Selasa, 15 November 2011

Dosa - dosa yang di anggap biasa (3)


4.Bersumpah dengan nama selain Allah.
Allah bersumpah dengan nama apa saja yang Ia kehendaki dari segenap makhlukNya. Sedangkan makhluk, mereka tidak di bolehkan bersumpah dengan nama selain Allah. Namun bila kita saksikan kenyataan sehari-hari, betapa banyak orang yang bersumpah dengan nama selain Allah.
Sumpah salah satu bentuk pengagungan. Karenanya ia tidak layak diberikan kecuali kepada Allah . Dalam sebuah hadits marfu’ dari Ibnu Umar diriwayatkan :
" ألا إن الله ينهاكم أن تحلفوا بآبائكم، من كان حالفا فليحلف بالله أو ليصمت "
“Ketahuilah, sesungguhnya Allah melarang kalian bersumpah dengan nama nenek moyangmu. Barang siapa bersumpah hendaknya ia bersumpah dengan nama Allah atau diam( ).
Dan dalam hadits Ibnu Umar yang lain :
" من حلف بغير الله فقد أشرك "
“Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah maka dia telah berbuat syirik” ( HR Imam Ahmad:2/ 125, lihat pula shahihil jami’:6204)
Dalam hadits lain Nabi  bersabda :
" من حلف بالأمانة فليس منا "
“ barang siapa bersumpah demi amanat maka dia tidak termasuk golonganku” ( HR abu Duwud :no: 3253 dan silsilah Ash Shahihah :94)

Karena itu tidak boleh sumpah demi Ka’bah, demi amanat, demi kemuliaan, dan demi pertolongan. Juga tidak boleh bersumpah dengan berkah atau hidup seseorang. Tidak pula dengan kemuliaan Nabi, para wali, nenek moyang, atau anak tertua. Semua hal tersebut adalah haram.
Barangsiapa terjerumus melakukan sumpah tersebut maka kaffaratnya (tebusannya ) adalah membaca : laa Ilaaha Illallah sebagaimana tersebut dalam hadits shahih :
" من حلف فقال في حلفه باللات والعزى فليقل لا إله إلا الله "
“barangsiapa bersumpah, kemudian dalam sumpahnya ia berkata: demi latta dan ‘uzza maka hendanya ia mengucapkan: Laa Ilaaha Illallaah”( HR AlBukhari, fathul Bari :11/546)
Termasuk dalam bab ini adalah beberapa lafadz syirik dan lafadz yang diharamkan, yang biasa diucapkan oleh sebagian kaum muslimin. Di antaranya adalah : Aku berlindung kepada Allah dan kepadamu, saya bertawakkal kepada Allah dan kepadamu, ini adalah dari Allah dan darimu, tak ada yang lain bagiku selain Allah dan kamu, di langit cukup bagiku Allah dan di bumi cukup bagiku kamu, kalau bukan karena Allah dan fulan ( ); saya terlepas diri dari Islam, wahai waktu yang sial( ); alam berkehendak lain.
Termasuk dalam bab ini pula adalah semua nama-nama yang dihambakan kepada selain Allah seperti Abdul Masih, Abdun Nabi, Abdur Rasul, Abdul Husain.
Di Antara istilah dan semboyan modern yang bertentangan dengan tauhid adalah : Islam sosialis, demokrasi Islam, kehendak rakyat adalah kehendak Tuhan, agama untuk Allah dan tanah air untuk semua, atas nama arabisme, atau nama revolusi dsb.
Termasuk hal yang diharamkan adalah memberikan gelar raja diraja, hakim para hakim atau gelar sejenisnya kepada seseorang. Memanggil dengan nama sayyid ( tuan ) atau yang semakna kepada orang munafik atau kafir, dengan bahasa arab atau bahasa lainnya.menggunakan kata “ andaikata” yang menunjukkan penyesalan dan kebencian sehingga membuka pintu bagi syaitan. Termasuk juga yang dilarang adalah ucapan “ Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki” ( ).
5.Duduk bersama orang-orang munafik atau fasik untuk beramah tamah.
Banyak orang lemah iman bergaul dengan sebagian orang fasik dan ahli maksiat, bahkan mungkin bergaul pula dengan sebagian orang yang menghina syariat Islam, melecehkan Islam dan para penganutnya.
Tidak diragukan lagi, perbuatan semacam itu adalah haram dan membuat cacat akidah, Allah  berfirman :
 وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ  (68) سورة الأنعام
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain, dan jika syaitan menjadikan kamu lupa( akan larangan ini ) , maka jangnlah kamu duduk bersama orang-orang yang zhalim itu sesudah teringat ( akan larangan itu) ( Al An’am : 68).
Karenanya, jika keadaan mereka sebagaimana yang disebutkan oleh ayat di muka, betapapun hubungan kekerabatan, keramahan dan manisnya mulut mereka, kita dilarang duduk bersama mereka, kecuali bagi orang yang ingin berdakwah kepada mereka, membantah kebatilan atau mengingkari mereka, maka hal itu dibolehkan. Adapun bila hanya dengan diam, atau malah rela dengan keadaan mereka maka hukumnya haram. Allah berfirman :

 فإن ترضوا عنهم فإن الله لا يرضى عن القوم الفاسقين 
“Jika sekiranya kamu ridha kepada mereka maka sesungguhnya Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik” ( At Taubah : 96)

6.TIDAK THUMA’NINAH DALAM SHALAT
Di antara kejahatan pencurian terbesar adalah pencurian dalam shalat Rasulullah  bersabda :

" أسوأ الناس سرقة الذي يسرق من صلاته، قالوا : يارسول الله، وكيف يسرق من صلاته ؟ قال : لا يتم ركوعها ولا سجودها.
“ Sejahat-jahat pencuri adalah orang yang mencuri dalam shalatnya, mereka bertanya : “ bagaimana ia mencuri dalam shalatnya? Beliau menjawab : ( Ia ) tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya ( ).
Meninggalkan Thuma’ninah( ), tidak meluruskan dan mendiamkan punggung sesaat ketika ruku’ dan sujud, tidak tegak ketika bangkit dari ruku’ serta ketika duduk antara dua sujud, semuanya merupakan kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin. Bahkan hampir bisa dikatakan, tak ada satu masjid pun kecuali di dalamnya terdapat orang-orang yang tidak thuma’ninah dalam shalatnya.
Thuma’ninah adalah rukun shalat, tanpa melakukannya shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah  bersabda :
" لا تجزئ صلاة الرجل حتى يقيم ظهره في الركوع والسجود "
“ Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud “( H R Abu Dawud : 1/ 533, dalam shahih jami’ hadits Na :7224)
Tak diragukan lagi, ini suatu kemungkaran, pelakunya harus dicegah dan diperingatkan akan ancamannya.
Abu Abdillah Al Asy’ari berkata : “ ( suatu ketika ) Rasulullah  shalat bersama shahabatnya kemudian Beliau duduk bersama sekelompok dari mereka. Tiba-tiba seorang laki-laki masuk dan berdiri menunaikan shalat. Orang itu ruku’ lalu sujud dengan cara mematuk ( ), maka Rasulullah  barsabda :

" أترون هذا ؟ من مات على هذا مات على غير ملة محمد، ينقر صلاته كما ينقر الغراب الدم، إنما مثل الذي يركع وينقر في سجوده كالجائع لا يأكل إلا التمرة والتمرتين فماذا يغنيان عنه "
“ Apakah kalian menyaksikan orang ini ? barang siapa meninggal dalam keadaan seperti ini ( shalatnya ) maka dia meninggal dalam keadaan di luar agama Muhammad. Ia mematuk dalam shalatnya sebagaiman burung gagak mematuk darah. Sesungguhnya perumpamaan orang yang shalat dan mematuk dalam sujudnya bagaikan orang lapar yang tidak makan kecuali sebutir atau dua butir kurma, bagaimana ia bisa merasa cukup ( kenyang ) dengannya( )”
Zaid bin wahb berkata : Hudzaifah pernah melihat seorang laki-laki tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, ia lalu berkata : kamu belum shalat, seandainya engkau mati ( dengan membawa shalat seperti ini ) niscaya engkau mati di luar fitrah ( Islam )yang sesuai dengan fitrah diciptakannya Muhammad .
Orang yang tidak thuma’ninah dalam shalat, sedang ia mengetahui hukumnya, maka wajib baginya mengulangi shalatnya seketika dan bertaubat atas shalat-shalat yang dia lakukan tanpa thuma’ninah pada masa-masa lalu. Ia tidak wajib mengulangi shalat-shalatnya di masa lalu, berdasarkan hadits :
" ارجع فصل فإنك لم تصل "
“ Kembalilah, dan shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat.

7.BANYAK MELAKUKAN GERAKAN SIA-SIA DALAM SHALAT

Sebagian umat Islam hampir tak terelakkan dari bencana ini, yakni melakukan gerakan yang tak ada gunanya dalam shalat. Mereka tidak mematuhi perintah Allah dalam firmanNya :
 وقوموا لله قانتين 
“ Berdirilah karena Allah ( dalam shalatmu ) dengan khusyu’ ( Al baqarah : 238)
juga tidak memahami firman Allah :
 قد أفلح المؤمنون الذين هم في صلاتهم خاشعون 
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya”( Al Mu’minuun : 1-2)

Suatu saat Rasulullah  ditanya tentang hukum meratakan tanah ketika sujud. Beliau menjawab :
" لا تمسح وأنت تصلي فإن كنت لا بد فاعلا فواحدة تسوية الحصى "
“ Jangan engkau mengusap sedang engkau dalam keadaan shalat, jika(terpaksa) harus mwlakukannya maka ( cukup ) sekali meratakan kerikil( ) .
Para ulama menyebutkan, banyak gerakan secara berturut-turut tanpa dibutuhkan dapat membatalkan shalat. Apa lagi jika yang dilakukan tidak ada gunanya dalam shalat. Berdiri di hadapan Allah  sambil melihat jam tangan, membetulkan pakaian, memasukkan jari ke dalam hidung, melempar pandangan ke kiri, kanan, atau ke atas langit. Ia tidak takut kalau-kalau Allah mencabut penglihatannya, atau syaitan melalaikannya dari ibadah shalat.

8.MENDAHULUI IMAM SECARA SENGAJA DALAM SHALAT
Di antara tabiat manusia adalah tergesa-gesa dalam tindakannya, Allah  berfirman :
 وكان الإنسان عجولا 
“ Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” ( Al Isra’ : 11)
Nabi  bersabda :
" التأني من الله والعجلة من الشيطان "
Pelan-pelan adalah dari Allah, dan tergesa-gesa adalah dari syaitan” ( ).
Dalam shalat jamaah, sering orang menyaksikan di kanan kirinya banyak orang yang mendahului imam dalam ruku’ dan sujud takbir perpindahan bahkan hingga mendahului salam imam. Mungkin dengan tak disadari, hal itu juga tarjadi pada dirinya sendiri.

Perbuatan yang barangkali dianggap persoalan remeh oleh sebagian besar umat Islam itu oleh Rasulullah  diperingatkan dan diancam secara keras, dalam sabdanya :

" أما يخشى الذي يرفع رأسه قبل الإمام أن يحول الله رأسه رأس حمار"
“Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kapala keledai” ( HR Muslim : 1/320-321.
Jika saja orang yang hendak melakukan shalat dituntut untuk mendatanginya dengan tenang, apalagi dengan shalat itu sendiri.
Tetapi terkadang orang memahami larangan mendahului imam itu dengan harus terlambat dari gerakan imam. Hendaknya dipahami, para fuqaha telah menyebutkan kaidah yang baik dalam masalah ini, yaitu hendaknya makmum segera bergerak ketika imam telah selesai mengucapkan takbir. Ketika imam selesai melafadzkan huruf ( ra’)dari kalimat Allahu Akbar, saat itulah makmum harus segera mengikuti gerak imam, tidak mendahului dari batasan tersebut atau mengakhirkannya. Jika demikian maka batasan itu menjadi jelas.
Dahulu para sahabat Nabi Radhiallahu Anhum sangat berhati –hati sekali untuk tidak mendahului Nabi  . salah seorang sahabat bernama Al Barra’ Bin Azib  berkata :
“Sungguh mereka( para shahabat) shalat di belakang Rasulullah . Maka , jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, saya tak melihat seorangpun yang membungkukkan punggungnya sehingga Rasulullah  meletakkan keningnya di atas bumi, lalu orang yang ada di belakangnya bersimpuh sujud ( bersamanya)”( HR Muslim, hadits No : 474)
Ketika Rasulullah  mulai udzur, dan geraknya tampak pelan, beliau mengingatkan orang-orang yang shalat di belakangnya:
" أيها الناس إني قد بدنت فلا تسبقوني في الركوع والسجود ..."
Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah gemuk [lanjut usia], maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud …( HR Baihaqi 2/93 dan hadits tresebut dihasankan di Irwa’ul ghalil : 2/290)
Dalam shalatnya, Imam hendaknya melakukan sunahnya takbir. Yakni sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah  :
" كان رسول الله  إذا قام إلى الصلاة يكبر حين يقوم ثم يكبر حين يركع ثم يكبر حين يهوي ثم يكبر حين يرفع رأسه ثم يكبر حين يسجد ثم يكبر حين يرفع رأسه، ثم يفعل ذلك في الصلاة كلها حتى يقضيها ويكبر حين يقوم من الثنتين بعد الجلوس"
“Bila Rasulullah  berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku’ kemudian bertakbir ketika turun( hendak sujud) kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian bertakbir ketika sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, demikian beliau lakukan dalam semua shalatnya sampai selesai dan bertakbir ketika bangkit dari dua (rakaat) setelah duduk (tasyahhud pertama)”

Jika imam menjadikan takbirnya bersamaan dan beriringan dengan gerakannya, sedang makmum memperhatikan ketentuan dan cara mengikuti imam sebagaimana disebutkan di muka maka jamaah shalat tersebut menjadi sempurna.

Dosa - dosa yang di anggap biasa (2)

2.Riya’ dalam ibadah
Di antara syarat diterimanya amal shaleh adalah bersih dari riya’ dan sesuai dengan sunnah. Orang yang melakukan ibadah dengan maksud agar dilihat orang lain maka ia telah terjerumus pada perbuatan syirik kecil, dan amalnya menjadi sia-sia belaka. Misalnya shalat agar dilihat orang lain. Allah berfirman :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً (142) سورة النساء
“ Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apa bila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ ( dengan shalat ) di hadapan allah. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. ( An Nisaa : 142)
Demikian juga jika ia melakukan suatu amalan dengan tujuan agar diberitakan dan didengar oleh orang lain, ia termasuk syirik kecil. Rasulullah  memberi peringatan kepada mereka dalam hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas  :

" من سمّع سمعّ الله به ومن راءى راءى الله به "
“Barangsiapa melakukan perbuatan sum’ah, niscaya Allah akan menyebarkan aibnya dan barang siapa melakukan perbuatan riya’ niscaya Allah akan menyebarkan aibnya”. ( HR. Muslim :4/2289)
Barangsiapa melakukan suatu ibadah tetapi ia melakukannya karena mengharap pujian manusia di samping ridha Allah maka amalannya menjadi sia-sia belaka, seperti disebutkan dalam hadits qudsi :
" أنا أغنى الشركاء عن الشرك، من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه "
“ Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik, barangsiapa melakukan suatu amal dengan dicampuri perbuatan syirik kepadaKu, niscaya Aku tinggalkan dia dan( tidak aku terima ) amal syiriknya”. ( HR . Muslim. Hadits no : 2985)

Barangsiapa melakukan suatu amal shalih, tiba-tiba terdetik dalam hatinya perasaan riya’, tetapi ia membenci perasaan tersebut berusaha melawan dan menyingkirkannya maka amalannya tetap sah. Berbeda halnya jika ia hanya diam dengan timbulnya perasaan riya’ tersebut, tidak berusaha menyingkirkan bahkan malah menikmatinya maka menurut sebagian besar ulama, amal yang dilakukannya menjadi batal dan sia-sia.

3. Thiyarah
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah  berfirman :
 فإذا جاءتهم الحسنة قالوا لنا هذه, وإن تصبهم سيئة يطيروا بموسى ومن معه 

“Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata : Ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya”. ( Al A’raf : 131)
Dahulu diantara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya maka mereka meramal peruntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung itu terbang kearah kanan maka ia optimis sehingga melangsungkan pekerjaannya, sebaliknya, jika burung itu terbang ke arah kiri maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.
Oleh Nabi  hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya :
" الطيرة شرك "
“ Thiyarah adalah syirik”
Termasuk dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan –bulan tertentu. Seperti tidak mau melakukan pernikahan pada bulan shafar. Juga kepercayaan bahwa hari rabu yang jatuh pada akhir setiap bulan membawa kerugian terus menerus. Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya, jika ia pergi membuka tokonya lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya, serta merta ia merasa bernasib sial sehingga mengurungkan niat membuka toko. Juga berbagai kepercayaan yang semisalnya.
Semua hal di atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah  berlepas diri dari mereka. Sebagaiman disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin Hushain :

" ليس منا من تطير ولا تُطُيِّر له ولا تَكَهَّنَ ولا تُكُهِّنَ له ( وأظنه قال) أو سحر أو سُحِرَ له "
“ Tidak termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal atau meminta diramalkan ( dan saya kira juga bersabda ) dan yang menyihir atau yang meminta disihirkan( ) .
Orang yang terjerumus melakukan hal-hal diatas hendaknya membayar kaffarat ( denda ) sebagaimana yang dituntunkan Nabi  :

" من ردته الطيرة من حاجة فقد أشرك قالوا : يا رسول الله, ماكفارة ذلك ؟ قال : أن يقول أحدكم : اللهمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ"
“ barangsiapa yang (kepercayaan) thiyarahnya mengurungkan hajat ( yang hendak dilakukannya) maka ia telah berlaku syirik, mereka bertanya : Wahai Rasulullah , apa kaffarat ( tebusan ) dari padanya? Beliau bersabda : Hendaklah salah seseorang dari mereka mengatakan : “ ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau( ).
Merasa pesimis atau bernasib sial termasuk salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan itu menekan begitu kuat dan pada saat yang lain melemah. Penawarnya yang paling ampuh adalah tawakkal kepada Allah.
Ibnu Masud  berkata :
" وما منا إلا ( أي إلا و يقع في نفسه شيء من ذلك) ولكن الله يذهبه بالتوكل"
“ Dan tiada seorangpun di antara kita kecuali telah terjadi dalam jiwanya sesuatu dari hal ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal (kepadaNya) ( ).

Dosa - dosa yang di anggap biasa (1)

MUKADDIMAH

Segala puji bagi Allah . Kita memuji, memohan pertolongan dan meminta ampun kepadaNya. Kita berlindumg kepada Allah dari kejahatan diri dan keburukan amal perbuatan. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah  maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan RasulNya.

Sesungguhnya Allah  mewajibkan beberapa kewajiban yang tidak boleh diabaikan, memberi beberapa ketentuan yang tidak boleh dilampaui dan mengharamkan beberapa perkara yang tidak boleh dilanggar. Nabi Muhammad  bersabda:

" ما أحل الله في كتابه فهو حلال، وما حرم فهو حرام، وما سكت عنه فهو عافية، فاقبلوا من الله العافية، فإن الله لم يكن نسيا، ثم تلا هذه الآية.
“ Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitabNya maka itulah yang halal, dan apa yang diharamkan maka itulah yang haram,sedangkan apa yang didiamkan tentangnya maka ia adalah yang dimaafkan, maka terimalah apa yang dimaafkan oleh Allah, sesungguhnya Allah tidak pernah lupa, kemudian beliau membaca ayat”

 كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا (64) سورة مريم
“ Dan tidaklah Tuhanmu lupa” ( Maryam : 64)( h R Al Hakim : 2/ 375, dan dihasankan Oleh Al –Albani dalam ghaayatul maraam:hal :14)

Perkara-perkara yang diharamkan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah  . Allah berfirman :

 حُدُودُ اللّهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا  (187) سورة البقرة
“ Itulah larangan Allah , maka janganlah kamu mendekatinya” (Al Baqarah : 187)
Allah mengancam orang yang melampaui ketentuan-ketentuanNya dan melanggar apa yang diharamkanNya, seperti ditegaskan dalam Al Qur’an:

وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ (14) سورة النساء
“ Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan” ( An Nisaa’: 14).
Menjauhi hal-hal yang diharamkan hukumnya adalah wajib, hal itu berdasarkan sabda rasulullah 

" ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فافعلوا منه ما استطعتم "
“ Apa yang aku larang kalian maka jauhilah ia, dan apa yang aku haramkan pada kalian maka lakukanlah semampumu”.(H R Muslim, Kitabul Fadhaa’il, hadits no : 130).
Sering kita saksikan, sebagian para penurut hawa nafsu, orang-orang yang lemah jiwa dan sedikit ilmunya manakala mendengar perkara-perkara yang diharamkan secara berturut-turut ia berkeluh kesah kesal sambil berujar : segalanya haram, tak ada sesuatu apapun kecuali kamu mengharamkannya , kamu telah menyuramkan kehidupan kami , kamu membuat gelisah hidup kami, menyempitkan dada kami, kamu tidak memiliki selain haram, agama ini mudah, persoalannya tidak sesempit itu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Untuk menjawab ucapan mereka, kita katakan sebagai berikut: Sesungguhnya Allah  menetapkan hukum menurut kehendakNya, tidak ada yang dapat menolak ketetapanNya. Allah Maha bijaksana lagi Maha Mengetahui, Maka Dia menghalalkan apa yang Ia kehendaki dan mengharamkan apa yang dikehendakiNya pula dan diantara pilar kehambaan kita kepada Allah  adalah hendaknya kita ridha dengan apa yang ditetapkan olehNya, pasrah dan berserah diri kepadaNya secara total.
Hukum-hukum Allah  berdasarkan atas ilmu, hikmah, dan keadilanNya, tidak sia-sia dan permainan. Allah  berfirman :

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلاً لاَّ مُبَدِّلِ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ  (115) سورة الأنعام
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu ( Al- Qur’an ), sebagai kalimat yang benar dan adil, tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimatNya dan Dialah yang Maha mendengar dan Maha mengetahui. ( Al An’an : 115)
Allah menjelaskan kepada kita tentang kaidah halal-haram dalam firmanNya :
 ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث 
“ Dan(Allah) manghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk: ( Al A’raaf : 157).

Maka yang baik-baik adalah yang halal, dan yang buruk-buruk adalah haram. Perkara menghalalkan dan mengharamkan sesuatu hanyalah hak Allah semata. Karena itu, barangsiapa yang mendakwakan atau menetapkan dirinya berhak menentukannya maka dia telah kafir dan keluar dari agama Islam. Alah berfirman :

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ (21) سورة الشورى
“ Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan oleh Allah” ( Asy Asyura : 21)

Tak seorangpun boleh bicara tentang halal haram kecuali para ahli yang mengetahuinya berdasarkan Alqur’an dan As sunnah, Allah memberi peringatan keras kepada orang yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu tanpa ilmu pengetahuan, sebagaimana yang ditegaskan dalam firmanNya :

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ (116) سورة النحل
“ Dan janganlah kamu mengatakan apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ ini halal dan ini haram” untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah ” ( An Nahl : 116)

Hal-hal yang diharamkan secara qath’i ( tegas) terdapat dalam AlQur’an dan As Sunnah, seperti dalam firman Allah :

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ  (151) سورة الأنعام
“ Katakanlah :marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu : janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu dan bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. ( An An’am : 151)

Dalam As Sunnah juga disebutkan beberapa hal yang di haramkan sebagaimana dalam sabda Nabi :
“ sesungguhnya Allah mengharamkan penjualan khamr (minuman keras) bangkai, babi, dan patung-patung. ( HR Abu Daaud : 3486), Shahih Abi Daud :977, hadits ini di sepakati keshahihannya)
Dan Sabda Rasulullah  :

" إن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه "
“ Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu, ia mengharamkan (pula) harga (penjualannya)” ( HR :Daruquthni 3/7 ).

Dalam sebagian nash terkadang disebutkan pula beberapa jenis yang diharamkan, seperti makanan yang dirincikan Allah dalam firmanNya :

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلاَّ مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُواْ بِالأَزْلاَمِ (3) سورة المائدة
“Di haramkan bagimu bangkai, darah, daging babi, (hewan) yang di sembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukuli, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala, dan( diharamkan pula ) mengundi nasib dengan anak panah ( Al Maidah: 3)

Tentang yang diharamkan dalam pernikahan, Allah berfirman :
 حرمت عليكم أمهاتكم وبناتكم وأخواتكم وعماتكم وخالاتكم وبنات الأخ وبنات الأخت وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة وأمهات نسائكم 
“ Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu perempuan, saudara-saudaramu perempuan, saudara-saudara perempuan ayahmu[tante] saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan saudara-saudaramu laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudaramu perempuan yang sepersusuan… “ ( An Nisa’ : 23)
Dalam hal usaha, Allah juga menyebutkan hal-hal yang diharamkan, Allah berfirman :

 وأحل الله البيع وحرم الربا 
“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Al Baqarah : 275)
Kemudian Allah Yang Maha Pengasih terhadap hambaNya menghalalkan untuk kita hal-hal yang baik yang tidak terhitung banyak dan jenisnya. Oleh sebab itu Allah tidak memberikan rincian hal-hal yang halal dan dibolehkan, karena semua itu tidak terhitung banyaknya. Allah menerangkan secara rinci hal-hal yang diharamkan karena itu terhitung, sehingga kita mengetahui dan menjauhinya Allah  berfirman :
 وقد فصل لكم ما حرم عليكم إلا ما اضطررتم إليه 
“Sesunguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya ….( An- An’an : 119)

Adapun hal-hal yang dihalalkan maka Allah menerangkannya secara global, yakni selama hal-hal itu sesuatu yang baik, Allah berfirman :
 يا أيها الناس كلوا مما في الأرض حلالا طيبا 
“ Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi “ ( Al Baqarah : 168)

Adalah termasuk diantara rahmat Allah bahwa Ia menjadikan dasar segala sesuatu adalah halal, sampai terdapat dalil yang mengharamkannya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah  Maha Pengasih dan Maha Luas RahmatNya atas segenap hambaNya. Oleh sebab itu , kita wajib taat, memuji dan bersyukur kepadaNya.
Sebagian manusia, jika mereka menyaksikan hal-hal yang haram dihitung dan diperinci, jiwanya tiba-tiba terasa sesak karena keberatan terhadap hukum-hukun syariat. Ini menunjukkan betapa lemah iman dan betapa sedikit pemahaman mereka terhadap syariat.
Apakah mereka menginginkan agar diperincikan bahwa daging sembelihan dari unta, sapi , kambing, kelinci, kijang, kambing hutan, ayam, burung dara, angsa, itik, burung onta semua itu halal ? bangkai belalang serta ikan juga halal ? Dan sayur-sayuran, kul, buah-buahan dan semua biji-bijian serta hasil tanaman yang bermanfaat halal? Dan bahwa air, susu, madu, minyak, dan cuka halal? Garam rempah-rempah dan bumbu-bumbu halal? Lalu menggunakan kayu besi, pasir, kerikil plastik, kaca, serta karet halal?
Menunggang hewan, mengendarahi mobil, naik kereta, kapal laut, dan pesawat terbang halal ?
Lalu kulkas, mesin cuci, alat pengering, mesin penggiling tepung, mixer, mesin pencincang daging, blender, serta berbagai jenis peralatan kedokteran, teknik, alat menghitung, astronomi, arsitektur, alat pemompa air, pengeboran minyak, pertambangan, alat penyaringan, penyulingan air, percetakan, dan computer harus diperincikan bahwa semua itu halal?
Kemudian memakai pakaian dari bahan kapas, katun, kain lena, wol, bulu, dan kulit yang diperbolehkan , nilon dan polister, harus dijelaskan sebagai sesuatu yang halal ?
Dan dasar hukum pernikahan, jual beli, kafalah ( penanggungan ) hawalah (transfer) , sewa menyewa, profesi, dan keahlian seperti tukang kayu, pandai besi, reparasi, menggembala kambing, semua harus diterangkan sebagai pekerjaan yang halal?
Mungkinkah kita bisa menyelesaikan dalam menghitung dan memerincikan hal-hal yang dihalalkan? Sungguh mereka itu adalah orang-orang yang hampir tidak memahami perkataan.
Adapun dalih mereka bahwa agama itu mudah. ucapan tersebut adalah benar tetapi diselewengkan dan disalahgunakan.
Makna mudah dalam agama, tidaklah bererti disesuaikan menurut hawa nafsu dan pendapat manusia, tetapi kemudahan itu harus di sesuaikan menurut tuntutan syariat.
Sungguh sangat besar perbedaan, antara melanggar hal-hal yang diharamkan lalu berdalih secara batil bahwa agama adalah mudah dan memang tidak diragukan bahwa agama adalah mudah dengan menerapkan keringanan-keringanan yang diberikan oleh syariat. Seperti dengan melakukan jama’ dan qashar dalam shalat dan berbuka puasa ketika bepergian, mengusap (khuf) atau dikenal dengan sepatu bot dan kaos kaki bagi orang mukim sehari semalam dan bagi yang bepergian tiga hari tiga malam, tayamum ketika takut bahaya kalau menggunakan air, jama’ antara dua shalat bagi orang sakit dan ketika sedang turun hujan deras, boleh memandang kepada wanita bukan mahram untuk tujuan meminang, memilih dalam kaffarat (denda) sumpah antara memerdekakan budak, memberi makan orang miskin atau memberinya pakaian, makan bangkai ketika dalam keadaan darurat atau rukhsah-rukhsah ( keringanan) syariat lainnya.
Disamping hal-hal dimuka, setiap muslim hendaknya mengetahui bahwa diharamkannya beberapa perkara tersebut terdapat hikmah yang besar di dalamnya di antaranya :
Allah  menguji segenap hambaNya dengan hal-hal yang diharamkan tersebut, lalu Dia melihat bagaimana mereka berbuat. Dan di antara sebab perbedaan penduduk surga dengan penduduk neraka adalah para penduduk neraka telah tenggelam dengan syahwat yang dengannya neraka dikelilingi, dan para penduduk surga sabar atas berbagai hal yang dibencinya yang dengannya surga dikelilingi, Jika tidak karena ujian ini, tentu tidak akan bisa dibedakan antara tukang maksiat dengan orang taat.
Orang-orang beriman melihat beratnya kewajiban dengan cara pandang dari sisi perolehan pahala dan ketaatan terhadap perintah Allah, sehingga berharap mendapat ridhaNya. Dengan demikian kewajiban itu terasa ringan. Berbeda halnya dengan orang-orang munafik, mereka melihat beratnya kewajiban dari sisi kepedihan, kesal dan pembatasan, sehingga kewajiban itu terasa berat untuk mereka lakukan dan ketaatan menjadi sesuatu yang sangat sukar.
Dengan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, orang yang taat akan merasakan buah manisnya; barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya, lalu mendapatkan kelezatan iman di dalam hatinya.
Dalam risalah buku ini, pembaca akan mendapati beberapa hal yang diharamkan, yang keharamannya jelas di dalam syariat disertai keterangan dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah.hal-hal yang diharamkan ini merupakan sesuatu yang sering terjadi dan umum dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin. Saya sebutkan hal-hal tersebut dengan tujuan memberi keterangan dan nasehat.
Hanya kepada Allah saya memohan petunjuk, taufik serta kekuatan untuk selalu menjauhi laranganNya, untuk diri saya sendiri dan untuk segenap umat Islam. Dan mudah-mudahan Dia menjauhkan kita dari hal-hal yang diharamkan serta menjaga kita dari hal-hal yang buruk, sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.

1. SYIRIK
Syirik atau menyekutukan Allah adalah sesuatu yang amat diharamkan dan secara mutlak ia merupakan dosa yang paling besar. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Bakrah bahwasanya Rasulullah  bersabda :

" ألا أنبؤكم بأكبر الكبائر ؟ ( ثلاثا ) قالوا : قلنا : بلى يا رسول الله , قال : ( الإشراك بالله )
“ Maukah aku kabarkan kepada kalian dosa yang paling besar ( tiga kali ) ? mereka menjawab : ya, wahai Rasulullah ! beliau bersabda : menyekutukan Allah “ (muttafaq ‘alaih, Al Bukhari hadits nomer : 2511)

Setiap dosa kemungkinan diampuni oleh Allah , kecuali dosa syirik, ia memerlukan taubat secara khusus, Allah berfirman :

 إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء  النساء : 48.
“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ( An Nisa : 48)

Di antara macam syirik adalah syirik besar. Syirik ini menjadi penyebab keluarnya seseorang dari agama Islam, dan orang yang bersangkutan, jika meninggal dalam keadaan demikian, akan kekal di dalam neraka.
Di antara kenyataan syirik yang umum terjadi di sebagian besar negara-negara Islam adalah:

MENYEMBAH KUBURAN
Yakni kepercayaan bahwa para wali yang telah meninggal dunia bisa memenuhi hajat, serta bisa membebaskan manusia dari berbagai kesulitan. Karena kepercayaan ini . mereka lalu meminta pertolongan dan bantuan kepada para wali yang telah meninggal dunia, padahal Allah  berfirman :

 وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه 
“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia ( Al Isra’ :23)
Termasuk dalam kategori menyembah kuburan adalah memohon kepada orang-orang yang telah meninggal, baik para nabi, orang-orang shaleh, atau lainnya untuk mendapatkan syafaat atau melepaskan diri dari berbagai kesukaran hidup. Padahal Allah  berfirman :

 أمن يجيب المضظر إذا دعاه ويكشف السوء ويجعلكم خلفاء الأرض أءله مع الله
“ Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepadaNya dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan ( yang lain )? ( An Naml : 62)

Sebagian mereka, bahkan membiasakan dan mentradisikan menyebut nama syaikh atau wali tertentu , baik dalam keadaan berdiri, duduk, ketika melakukan sesuatu kesalahan, dalam setiap situasi sulit, ketika di timpa petaka, musibah atau kesukaran hidup.

Di antaranya ada yang menyeru : “ Wahai Muhammad.” Ada lagi yang menyebut : “ Wahai Ali”. Yang lain lagi menyebut : “ Wahai Jailani”. Kemudian ada yang menyebut : “ Wahai Syadzali”. Dan yang lain menyebut : “ Wahai Rifai. Yang lain lagi : “ Al Idrus sayyidah Zainab, ada pula yang menyeru : “ Ibnu ‘Ulwan dan masih banyak lagi. Padahal Allah telah menegaskan:
 إن الذين تدعون من دون الله عباد أمثالكم 
“ Sesungguhnya orang-orang yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk ( yang lemah ) yang serupa juga dengan kamu” ( Al A’raaf : 194)
Sebagian penyembah kuburan ada yang berthawaf (mengelilingi) kuburan tersebut, mencium setiap sudutnya, lalu mengusapkannya ke bagian-bagian tubuhnya. Mereka juga menciumi pintu kuburan tersebut dan melumuri wajahnya dengan tanah dan debu kuburan. Sebagian bahkan ada yang sujud ketika melihatnya, berdiri di depannya dengan penuh khusyu’, merendahkan dan menghinakan diri seraya mengajukan permintaan dan memohon hajat mereka. Ada yang meminta sembuh dari sakit , mendapatkan keturunan, digampangkan urusannya dan tak jarang di antara mereka yang menyeru : Ya sayyidi aku datang kepadamu dari negeri yang jauh maka janganlah engkau kecewakan aku. Padahal Allah  berfirman :

 ومن أضل ممن يدعوا من دون الله من لا يستجيب له إلى يوم القيامة وهم عن دعائهم غافلون 
“ Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tidak dapat memperkenankan (do’anya) sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) do’a mereka”. ( Al Ahqaaf : 5)

Nabi  bersabda :
" من مات وهو يدعو من دون الله ندّا دخل النار"
“Barang siapa mati dalam keadaan menyembah sesembahan selain Allah niscaya akan masuk neraka( HR Bukhari , fathul bari : 8/176)

Sebagian mereka, mencukur rambutnya di pekuburan, sebagian lagi membawa buku yang berjudul : Manasikul hajjil masyahid ( tata cara ibadah haji di kuburan keramat). Yang mereka maksudkan dengan masyahid adalah kuburan kuburan para wali. Sebagian mereka mempercayai bahwa para wali itu mempunyai kewenangan mengatur alam semesta, dan mereka bisa memberi madharat dan manfaat. Padahal Allah berfirman :
 وإن يمسسك الله بضر فلا كاشف له إلا هو وإن يردك بخير فلاراد لفضله 
“ Jika Allah menimpakan sesuatu kemadharatan kepadamu , maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu maka tidak ada yang dapat menolak karuniaNya” ( Yunus : 107)

Termasuk syirik adalah bernadzar untuk selain Allah seperti yang dilakukan oleh sebagian orang yang bernadzar memberi lilin dan lampu untuk para ahli kubur.
Termasuk syirik besar adalah menyembelih binatang untuk selain Allah.padahal Allah berfirman :

 فصل لربك وانحر 
“ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah” ( Al Kutsar : 2)
Maksudnya berkurbanlah hanya untuk Allah dan atas namaNya. Rasulullah  bersabda :
" لعن الله من ذبح لغير الله "
“ Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah”( HR Muslim, shahih Muslim No : 1978)

Pada binatang sembelihan itu terdapat dua hal yang diharamkan.
Pertama : penyembelihannya untuk selain Allah, dan kedua : penyembelihannya dengan atas nama selain Allah. Keduanya menjadikan daging binatang sembelihan itu tidak boleh dimakan. Dan termasuk penyembelihan jahiliyah- yang terkenal di zaman kita saat ini- adalah menyembelih untuk jin. Yaitu manakala mereka membeli rumah atau membangunnya, atau ketika menggali sumur mereka menyembelih di tempat tersebut atau di depan pintu gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin ( ).
Di antara contoh syirik besar- dan hal ini umum dilakukan – adalah menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah atau sebaliknya. Atau kepercayaan bahwa seseorang memiliki hak dalam masalah tersebut selain Allah . Atau berhukum kepada perundang-undangan jahiliyah secara sukarela dan atas kemauannya. Seraya menghalalkannya dan kepercayaan bahwa hal itu dibolehkan . Allah menyebutkan kufur besar ini dalam firmanNya :

 اتخذوا أحبارهم ورهبانهم أربابا من دون الله 
“ Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah”. ( At Taubah : 31)

Ketika Adi bin hatim mendengar ayat tersebut yang sedang dibaca oleh Rasulullah  ia berkata : “ orang-orang itu tidak menyembah mereka. Rasulullah  dengan tegas bersabda :

" أجل ولكن يحلون لهم ما حرم الله فيستحلونه ويحرمون عليهم ما أحل الله فيحرمونه فتلك عبادتهم لهم "
“ Benar, tetapi meraka ( orang-orang alim dan para rahib itu ) menghalalkan untuk mereka apa yang diharamkan oleh Allah , sehingga mereka menganggapnya halal. Dan mengharamkan atas mereka apa yang dihalalkan oleh Allah, sehingga mereka menganggapnya sebagai barang haram, itulah bentuk ibadah mereka kepada orang-orang alim dan rahib( ) .
Allah menjelaskan, di antara sifat orang-orang musyrik adalah sebagaimana dalam firmanNya :

 ولا يحرمون ما حرم الله ورسوله ولا يدينون دين الحق 
“ Dan meraka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar(agama Allah)”. ( At Taubah : 29).

 قُلْ أَرَأَيْتُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَامًا وَحَلاَلاً قُلْ آللّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللّهِ تَفْتَرُونَ (59) سورة يونس
“ Katakanlah : Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal. Katakanlah : Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada- adakan kedustaan atas Allah? ( Yunus : 59).
Temasuk syirik yang banyak terjadi adalah sihir, perdukunan dan ramalan. Adapun sihir, ia termasuk perbuatan kufur dan di antara tujuh dosa besar yang menyebabkan kebinasaan. Sihir hanya mendatangkan bahaya dan sama sekali tidak bermanfaat bagi manusia. Allah berfirman :

 ويتعلمون ما يضرهم ولا ينفعهم 
“ Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi madharat kepadanya dan tidak memberi manfaat ( Al Baqarah : 102).

 ولا يفلح الساحر حيث أتى 
“ Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” ( Thaha : 69)
Orang yang mengajarkan sihir adalah kafir. Allah  berfirman :
 وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولاَ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ  (102) سورة البقرة
“ Padahal Sulaiman tidak kafir(tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir ( mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan ( sesuatu kepada seseorangpun) sebelum mengatakan : “ sesungguhnya kami hanya cobaan( bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. ( Al Baqarah : 102).

Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh, pekerjaannya haram dan jahat. Orang-orang bodoh, sesat dan lemah iman pergi kepada para tukang sihir untuk berbuat jahat kepada orang lain atau untuk membalas dendam kepada mereka. Di antara manusia ada yang melakukan perbuatan haram, dengan mendatangi tukang sihir dan memohon pertolongan padanya agar terbebas dari pengaruh sihir yang menimpanya. Padahal seharusnya ia mengadu dan kembali kepada Allah, memohon kesembuhan dengan KalamNya, seperti dengan Mu’awwidzat ( surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas) dan sebagainya.
Dukun dan tukang ramal itu memanfaatkan kelengahan orang-orang awam (yang minta pertolongan padanya) untuk mengeruk uang mereka sebanyak-banyaknya. Mereka menggunakan banyak sarana untuk perbuatannya tersebut. Di antaranya dengan membuat garis di pasir, memukul rumah siput, membaca (garis) telapak tangan,cangkir, bola kaca, cermin, dsb.
Jika sekali waktu mereka benar, maka sembilan puluh sembilan kalinya hanyalah dusta belaka. Tetapi tetap saja orang-orang dungu tidak mengingat, kecuali waktu yang sekali itu saja. Maka mereka pergi kepada para dukun dan tukang ramal untuk mengetahui nasib mereka di masa depan, apakah akan bahagia, atau sengsara, baik dalam soal pernikahan, perdagangan, mencari barang-barang yang hilang atau yang semisalnya.
Hukum orang yang mendatangi tukang ramal atau dukun, jika mempercayai terhadap apa yang dikatakannya adalah kafir, keluar dari agama Islam. Rasulullah  bersabda :

" من أتى كاهنا أو عرافا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد "
“ Barang siapa mendatangi dukun dan tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”.( HR Ahmad: 2/ 429, dalam shahih jami’ hadits, no : 5939)

Adapun jika orang yang datang tersebut tidak mempercayai bahwa mereka mengetahui hal-hal ghaib, tetapi misalnya pergi untuk sekedar ingin tahu, coba-coba atau sejenisnya, maka ia tidak tergolong orang kafir, tetapi shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Rasulullah  bersabda :
" من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة"
“Barang siapa mendatangi tukang ramal, lalu ia menanyakan padanya tentang sesuatu, maka tidak di terima shalatnya selama empat puluh malam” (Shahih Muslim : 4 / 1751).
Ini masih pula harus dibarengi dengan tetap mendirikan shalat (wajib) dan bertaubat atasnya.

• Kepercayaan adanya pengaruh bintang dan planet terhadap berbagai kejadian dan kehidupan manusia.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, Ia berkata: Rasulullah  shalat bersama kami, shalat subuh di Hudaibiyah – Di mana masih ada bekas hujan yang turun di malam harinya- setelah beranjak beliau menghadap para sahabatnya seraya berkata:

" هل تدرون ماذا قال ربكم ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم, قال : أصبح من عبادي مؤمن بي وكافر، فأما من قال : مطرنا بفضل الله ورحمته فذلك مؤمن بي وكافر بالكوكب، وأما من قال : مطرنا بنوء كذا وكذا فذلك كافر بي مؤمن بالكوكب"

“ Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan oleh Robb kalian? Mereka menjawab : “ Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”. Allah berfirman : Pagi ini di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata: kami diberi hujan denagn karunia Allah dan rahmatNya maka dia beriman kepadaKu dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: ( hujan ini turun ) karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepadaKu dan beriman kepada bintang” ( HR Al Bukhari, lihat Fathul Baari : 2/ 333).

Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai Astrologi (ramalan bintang) seperti yang banyak kita temui di Koran dan majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet tersebut maka dia telah musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan maka ia telah melakukan perbuatan maksiat dan berdosa. Sebab tidak dibolehkan mencari hiburan dengan membaca hal-hal syirik. Di samping syaitan terkadang berhasil menggoda jiwa manusia sehingga ia percaya kepada hal-hal syirik tersebut, maka membacanya termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.
Termasuk syirik, mempercayai adanya manfaat pada sesuatu yang tidak dijadikan demikian oleh Allah . Seperti kepercayaan sebagian orang terhadap jimat, mantera-mantera berbahu syirik, kalung dari tulang, gelang logam dan sebagainya, yang penggunaannya sesuai dengan perintah dukun, tukang sihir, atau memang merupakan kepercayaan turun menurun.
Mereka mengalungkan barang-barang tersebut di leher, atau pada anak-anak mereka untuk menolak ‘ain ( pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang dengan pandangan matanya; kena mata). Demikian anggapan mereka. Terkadang mereka mengikatkan barang-barang tersebut pada badan, manggantungkannya di mobil atau rumah, atau mereka mengenakan cincin dengan berbagai macam batu permata, disertai kepercayaan tertentu, seperti untuk tolak bala’ atau untuk menghilangkannya.
Hal semacam ini, tak diragukan lagi sangat bertentangan dengan (perintah) tawakkal kepada Allah. Dan tidaklah hal itu menambah kepada manusia, selain kelemahan. Belum lagi ia termasuk berobat dengan sesuatu yang diharamkan.
Berbagai jimat yang digantungkan, sebagian besar dari padanya termasuk syirik jaly ( yang nyata ). Demikian pula dengan minta pertolongan kepada sebagian jin atau setan, gambar-gambar yang tak bermakna, tulisan-tulisan yang tak berarti dan sebagainya. Sebagian tukang tenung ( sulap ) menulis ayat-ayat Al Qur’an dan mencampur-adukkannya dengan hal lain yang termasuk syirik. Bahkan sebagian mereka menulis ayat-ayat Al Qur’an dengan barang yang najis atau dengan darah haid. Menggantungkan atau mengikatkan segala yang disebutkan di atas adalah haram. Ini berdasarkan sabda Nabi  :

"من علق تميمة فقد أشرك "
“ Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik ( ) .
Orang yang melakukan perbuatan tersebut, jika ia mempercayai bahwa berbagai hal itu bisa mendatangkan manfaat atau madharat (dengan sendirinya) selain Allah maka dia telah masuk dalam golongan pelaku syirik besar. Dan jika ia mempercayai bahwa berbagai hal itu merupakan sebab bagi datangnya manfaat, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab, maka dia telah terjerumus pada perbutan syirik kecil, dan ini masuk dalam kategori syirkul asbab.

Sabtu, 29 Mei 2010

Sepuluh Perkara yang Tidak Bemanfaat

Sepuluh Perkara yang Tidak Bemanfaat
Oleh:
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Ada sepuluh perkara yang tidak akan membawa manfaat sama sekali yaitu :

1. Ilmu yang tidak diamalkan.

2. Amal yang tidak ikhlas.

3. Harta yang tidak dipersembahkan untuk akhirat.

4. Hati yang tidak mencintai Allooh.

5. Badan yang tidak taat dan tidak mengabdi kepada Allooh.

6. Kecintaan yang tidak diridhoi oleh orang yang dicintai dan tidak menjalankan
perintah-perintah Allooh.

7. Waktu yang terbuang, yang tidak digunakan untuk mengetahui Allooh dan
medekatkan diri kepada-Nya.

8. Pemikiran yang berputar-putar pada sesuatu yang tidak bermanfaat.

9. Pengabdian yang tidak mendekatkan diri kepada-Nya, tidak mendatangkan
kemaslahatan dunia.

10. Rasa takut dan harapan yang ditujukkan kepada orang
yang nasibnya di tangan Allooh, sehingga dia sendiri tidak
memiliki untuk dirinya bahaya, manfaat, kematian,
kehidupan dan tempat kembali.
--------------------
Sumber: Kitab Al-Fawa’id

Selasa, 25 Mei 2010

Sebab-sebab Bertambahnya Kimanan

Sebab-sebab Bertambahnya Kimanan

1. Menuntut Ilmu yang Bermanfaat yang Bersumber dari Kitabullooh dan Sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.

2. Membaca al-Qur’anul Karim dan Merenunginya.

3. Mengenal Nama-nama Allooh yang indah dan Sifat-sifat-Nya yang Agung

4. Merenungi Perjalanan Hidup Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang Mulia.

5. Merenungi Keindahan Agama Islam.

6. Membaca Perjalanan Hidup Salafush Sholeh.

7. Merenungi Ayat-ayat Allooh yang ada di Alam Semesta, seperti: Bumi, Udara, Lautan, Malam dan Siang, Matahari dan Bulan, Hewan, Sistem yang Allooh terepkan di alam semesta, dan Diri Manusia.

8. Giat Melakukan Amal Shaleh dengan Ikhlas ( Semata-mata Mengharapkan Wajah Allooh ) serta Memperbanyak dan Melakukannya dengan Terus-menerus. Baik amalan Hati, Lisan dan Amalan Anggota Badan.

Sebab-sebab Berkurangnya Keimanan

1. Sebab-sebab Internal ( Faktor dari Dalam ) misalnya:

a. Bodah, yaitu Lawan dari Ilmu, Kebodohan identik dengan dosa.

b. Lalai, Berpaling dan Lupa.

c. Melakukan Kemaksiatan dan Perbuatan Dosa.

d. Jiwa yang Memerintakan Kepada Kejelekan.

2. Sebab-sebab Eksternal ( Faktor-faktor dari Luar ) misalnya:
a. Syaitan.
b. Dunia dan Fitnahnya.
c. Teman-teman yang jahat.

Minggu, 23 Mei 2010

(AQIDAH & MANHAJ IMAM AHMAD BIN HAMBAL)

(AQIDAH & MANHAJ IMAM AHMAD BIN HAMBAL)
Kitab ini berisi penjelasan tentang Pokok-Pokok Sunnah serta Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah yang dipegang teguh oleh Kaum Muslimin, Kitab ini juga mengajarkan dasar-dasar Agama yang menjadi pedoman bagi kaum Muslimin dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Dan Diantara Pokok-Pokok Sunnah Adalah :
1. Berpegang teguh pada jalan hidup para sahabat Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
2. Berqudwah (mengambil teladan ) pada mereka.
3. Meninggalkan Bid’ah-Bid’ah.
4. Setiap Bid’ah adalah kesesatan.
5. Meninggalkan permusuhan dan brduduk-duduk dngan ahlil ahwa’ (pengekor hawa nafsu).
6. Meninggalkan perdebatan dan adu argumentasi serta pertikaian dalam urusan Agama.
7. As-Sunnah menurut kami adalah atsar-atsar Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
8. As-Sunnah adalah penjelasan Al-Qur’an yakni petunjuk-petunjuk dalam Al-Qur’an.
9. Di dalam As-Sunnah tidak ada Qiyas.
10. As-Sunnah tidak boleh dibuat permisalan dan tidak dapat diukur denan akal dan hawa nafsu, akan tetapi dengan Ittiba’ dan meninggalkan hawa nafsu.
11. Dan termasuk dari Sunnah yang tidak boleh ditinggalkan dan bila ditinggalkan satu perkara saja darinya maka ia tidak menerima dan tidak beriman dengannya (Sunnah) dan tidak termasuk dari ahlinya.
12. Beriman terhadap taqdir baik dan buruknya dan mmbenarkan hadits-hadits tentangnya dan mengimaninya, dan tidak boleh mengatakan : “Kenapa dan Bagaimana”, karna hal itu tiada lain hanyalah membenarkan dan mengimaninya. barangsiapa yang tidak mengerti penjelasan hadits (tentang taqdir) dan akalnya tidak sampai, maka hal itu telah cukup dan kokoh baginya. maka wajib baginya mengimaninya dan berserah diri. seperti hadits (as-Shaadiqul mashduua), dan hadits semisalnya tentang taqdir, juga semua hadits-hadits tentang melihat Allah, meskipun jarang terdengar dan banyak yang tidak suka mendengarnya, maka wajib mengimaninya dan tidak boleh menolak darinya satu hurufpun, dan hadits-hadits selainnya yang ma’tsur dari orang-orang yang tsiqah (terpercaya). tidak boleh mendebat seseorang tentangnya an mempelajari ilmu berdebat, karena berdebat tntang : “Taqdir, Ru’yah, Al-Qur’an dan yang selainnya dari (perinsip-perinsip) As-Sunnah adalah makruh dan terlarang. dan tidak termasuk Ahli Sunnah” meskipun perkataannya sesuai dengan As-Sunnah hingga ia meninggalkan perdebatan dan berserah diri serta beriman terhadap atsar-atsar.
13. Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dan tidak boleh melemah untuk mengatakan Al-Qur’an bukanlah makhluk, karena sesungguhnya kalam Allah itu tidak terpisah dari-Nya dan tiada satu bagianpun dari-Nya yang makhluk, dan hindarilah berdebat dengan orang yang membuat perkara baru tentangnya. orang yang mengatakan lafadzku dengan Al-Qur’An adalah makhluk dan selainnya serta orang yang tawaqqkuf tentangnya, yang mengatakan “aku tidak tahu makhluk atau bukan makhluk akan tetapi dia adalah kalam Allah” karena orang ini adalah ahli bid’ah seperti orang yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk. sesungguhnya Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk.
14. Beriman terhadap Ru’yah (melihat Allah) pada hari kiamat sebagaimana hadits-hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
15. Dan Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah melihat Rabbnya. telah ada atsar yang shahih dari Rasulullah yang diriwayatkan dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan oleh Al-Hakkam bin Abban dan Ikrimah dari Ibnu Abbas, serta diriwayatkan oleh Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihran dari Ibnu Abbas. dan hadits tersebut menurut kami hendaknya ifahami sesuai dengan makna zhahirnya, sebagaimana hal itu datang dari Nabi. sebab memperdebatkan tentangnya adalah bid’ah. akan tetapi kami mengimaninya sesuai dengan makna zhahirnya sebagaimana hal tersebut datang (kepada kami) dan kami tidak memperdebatkan tentangnya dengan siapapun.
16. Beriman kepada Al-Mizan (timbangan) pada hari kiamat, sebagaimana (yang di jelaskan) dalam hadits : “Seorang hamba akan ditimbang pada hari kiamat, maka ia tidak bisa mengimbangi berat sayap seekor nyamuk” . dan juga amalan-amalan para hamba akan ditimbang sebagaimana (yang dijelaskan) dalam Atsar, mengimani membenarkannya, dan berpaling dari orang yang menolaknya serta meninggalkan perdebatan dengannya.
17. Allah akan mengajak bicara hamba-hamba-Nya pada hari kiamat tanpa ada penerjemah antara mereka dengan-Nya dan kita wajib mengimani dan membenarkannya.
18. Beriman dengan Telaga, dan bahwa Rasulullah memiliki telaga pada hari kiamat yang akan didatangi oleh umatnya, dimana luasnya sepanjang perjalanan sebulan dan bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang dilangit. menurut riwayat-riwayat yang shahih dari beberapa jalan.
19. Beriman kepada Adzab kubur.
20. Dan bahwa ummat ini akan diuji dan ditanya didalam kuburnya tentang Iman, Islam dan siapa Rabbnya, siapa Nabinya, dan akan didatangi oleh malaikat Munkar dan Nakir sesuai dengan kehendak dan keinginan Allah. dan kita mengimani dan membenarkannya.
21. Beriman terhadap syafa’at Nabi dan suatu kaum yang yang dikeluarkan dari api neraka setelah terbakar dan menjadi arang, kemudian mereka diperintahkan menuju sungai didepan Surga sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana (yang dijelaskan) dalam Atsar. dan kita mengimani dan membenarkannya.
22. Beriman bahwa Al-Masih ad-Dajjal akan keluar, tertulis diantara kedua matanya “Kaafir” dan kita beriman terhadap hadits-hadits tentangnya dan bahwa hal itu pasti akan terjadi.
23. Dan bahwa Isa bin Maryam ‘Alaihissalam akan turun lalu membunuhnya di pintu Lud.
24. Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang, sebagaimana (yang dijelaskan) dalam hadits : “Orang yang paling sempurna Imannya adalah orang yang paling baik Akhlaknya”.
25. Barangsiapa yang meninggalkan Shalat maka ia telah kafir. dan tidak ada satu amalan apapun yang apabila ditinggalkan maka akan menyebabkan kekafiran melainkan shalat. maka barangsiapa yang meninggalkan maka ia telah kafir dan Allah telah menghalalkannya untuk dibunuh.
26. Sebaik-baiknya orang dari Ummat ini setelah Nabi Muhammad adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab. kemudian Utsman bin Affan, Kami mendahulukan mereka bertiga sebagaimana Para Sahabat Rasulullah mendahulukan mereka, mereka tidak berselisih pendapat tentang hal ini. kemudian setelah mereka adalah lima orang Ashaabu Asyuura’ (yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqqash) mereka semua patut untuk menjadi khalifah, dan semuanya adalah Imam (pemimpin), kami berpendapat demikian berdasarkan hadits Ibnu Umar : “Kami menyebut secara berurutan tatkala Rasulullah masih hidup dan para sahabat masih berkumpul, yaitu : Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian kami diam … Kmudian setelah Ashaabu Asyuura’ adalah ahli badar dari kaum muhajirin, kemudian ahli badar dari kaum Anshar dari para Sahabat Rasulullah sesuai dengan kadar hijrah dan keterdahuluannya (masuk Islam).
27. Kemudian sebaik-baik manusia setelah para Sahabat adalah generasi yang Rasulullah diutus padanya. setiap orang yang bersahabat dengannya baik setahun, sebulan, sehari, sesaat atau pernah melihatnya, maka ia trmasuk dari para sahabatnya, ia memiliki keutamaan bersahabat sesuai dengan waktu persahabatannya. karena keterdahuluannya bersama beliau, telah mendengar darinya, dan melihat kepadanya. maka serendah-rendah derajat mereka masih lebih utama dibanding dengan generasi yang tidak pernah melihatnya walaupun ia berjumpa Allah dengan membawa seluruh amal (kebaikan). mereka orang-orang yang pernah ersahabat dngan Nabi, melihat dan mendengar adarinya, serta orang yang melihat dngan mata kepalanya dan beriman kepadanya walaupun sesaat masih lebih utama, dikarenakan persahabatannya dengan beliau dari pada para tabi’in walaupun mereka mengamalkan segala amal kebaikan.
28. Mendengar dan taan kepada para Imam dan pemimpin kaum Mu’minin yang baik maupun yang buruk, dan kepada khalifah yang manusia brsatu padanya dan meridhainya. dan juga kpada orang yang telah mengalahkan manusia dengan pedang (kekuatan) hingga ia menjadi khalifah dan di sebut sebagai Amirul Mukminin.
29. Perang dilakukan bersama para pemimpin yang baik maupun yang buruk, terus berlangsung sampai hari kiamat, dan tidak boleh ditinggalkan.
30. Pembagian Fa’i (harta rampasan perang dari kaum kafir tanpa terjadi peprangan) dan menegakkan hukuman-hukuman harus diserahkan kepada para Imam. tidak boleh bagi siapapun untuk mencla dan menyelisihinya.
31. Membayar Zakat/Sedekah kepada mereka (para Imam) boleh dan terlaksana. barangsiapa membayarkannya kepada mereka maka hal itu telah cukup/sah baginya, baik pemimpin itu baik maupun buruk.
32. Melaksanakan Shalat jum’at dibelakang mereka dan dibelakang orang yang menjadikan mereka sebagai pemimpin hukumnya boleh dan sempurna dua rakaat. barangsiapa yang mengulangi shalatnya maka ia adalah seorang mubtadi’ yang meninggalkan atsar-atsar dan menyelisihi Sunnah, dan tidak ada baginya sedikitpun keutamaan shalat jum’at, apabila ia tidak berpendapat bolehnya shalat dibelakang para Imam, baik pemimpin itu baik maupun buruk karena Sunnah memerintahkan agar melaksanakan shalat bersama mereka dua rakaat dan mengakui bahwa shalat itu sempurna. tanpa ada keraguan terhadap hal itu didalam hatimu.
33. Barangsiapa yang keluar (dari ketaatan) terhadap seorang pemimpin dari para pemimpin kaum Muslimin, padahal manusia telah bersatu dan mengakui kehalifahan baginya dengan cara apapun. baik dengan ridha atau dengan kemenangan (Dalam Perang), maka sungguh orang tersebut telah memecah belah persatuan kaum muslimin dan menyelisihi atsar-atsar dari Rasulullah, dan apabila ia mati dalam keadaan demikian maka matinya seperti mati jahiliyah .
34. Tidak halal memerangi khalifah dan keluar dari ketaatan kepadanya dikarenakan seseorang, barangsiapa yang melakukan hal itu maka ia adalah seorang mubtadi’ yang bukan diatas Sunnah dan jalan( yang lurus).
35. Memerangi para pencuri dan orang-orang khawarij (yang keluar dari ketaatan kepada khalifah) maka hal ini boleh, apabila mereka telah merampas jiwa dan harta seseorang, maka bagi orang tersebut boleh memerangi mereka untuk mempertahankan jiwa dan hartanya dengan segala kemampuan. Akan tetapi ia tidak boleh mengejar dan mengikuti jejak mereka apabila mereka telah pergi dan meninggalkannya. Tidak boleh bagi siapapun kecuali Imam atau para para pemimpin Muslimin, karena hanya diperbolehkan untuk mempertahankan harta dan jiwa ditempat tinggalnya, dan berniat dengan upayanya untuk tidak membunuh seseorang. Jika ia (pencuri/khawarij) mati ditangannya dalam peperangan mempertahankan dirinya, maka Allah akan menjauhkan orang yang terbunuh (dari Rahmat-Nya). dan jika ia (yang dirampok) terbunuh dalam keadaan demikian sedang ia mempertahankan jiwa dan hartanya, maka aku berharap ia mati syahid sebagaimana (yang dijelaskan) dalam hadits-hadits. Dan seluruh atsar dalam masalah ini memerintahkan agar memeranginya dan tidak memerintahkan untuk membunuh dan mengejarnya. Dan tidak boleh membunuhnya jika ia menyerah atau terluka. Dan jika ia menawannya maka tidak boleh membunuhnya dan tidak boleh melaksanakan hukuman kepadanya akan tetapi urusannya diserahkan kepada orang yang telah dijadikan oleh Allah sebagai pemimpin, lalu (kemudian) iapun menghukuminya.
36. Kami tidak bersaksi dengan (masuk) surga atau neraka bagi siapapun dari ahli kiblat (kaum muslimin) disebabkan dari suatu amalan yang diperbuatnya. kami berharap (kebaikan) bagi orang shalih dan mengkhawatirkan (kejelekan) baginya. Kami (juga) mengkhawatirkan (kejelekan) akan menimpa orang yang buruk lagi berdosa, dan mengharapkan Rahmat Allah baginya.
37. Barangsiapa berjumpa Allah dengan membawa dosa yang menyebabkannya masuk kedalam neraka – sedang ia dalam keadaan bertaubat dan tidak berlarut-larut didalam dosa – maka sesungguhnya Allah akan mengampuninya dan menerima taubat dari hamba-hambanya serta memaafkan kesalahan-kesalahannya.
38. Barangsiapa berjumpa Allah sedangkan telah dilaksanakan hukuman dosa tersebut padanya didunia, maka ia adalah kafarahnya (penghapus dosanya). Sebagaimana (yang dijelaskan) dalam hadits Rasulullah.
39. Barangsiapa berjumpa Allah dalam kaadaan terus-menerus berbuat dosa tanpa bertobat darinya, yang mana dosa-dosa tersebut mengharuskannya disiksa, maka urusannya terserah kepada Allah. Jika Dia berkehendak, Dia akan menyiksanya dan jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya.
40. Barangsiapa berjumpa Allah dari orang kafir, niscaya Dia menyiksanya dan tidak mengampuninya.
41. (Hukuman) Rajam adalah hak bagi siapa saja yang berzina sedangkan ia telah terpelihara (menikah), bilamana ia mengaku atau terbukti atasnya.
42. Rasulullah telah (meleksanakan hukuman0 Rajam.
43. Demikian juga para Imam (pemimpin) yang lurus telah melaksanakan hukuman Rajam.
44. Barangsiapa yang mencela salah seorang Sahabat Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam atau membencinya karena suatu kesalahan darinya, atau menyebutkan kejelekan-kejelekannya, maka dia adalah seorang ahli bid’ah, sehingga dia menyayangi mereka semua dan hatinya bersih dari (sikap membenci atau mencela) mereka.
45. Dan Nifak adalah kekafiran yakni kafir kepada Allah dan beribadah kepada selain-Nya, menampakkan keislaman dihadapan orang umum, seperti orang-orang munafik yang hidup dizaman Rasulullah.
46. Dan sabda Nabi : Artinya … “Tiga perkara yang barangsiapa ada pada dirinya maka ia adalah orang munafiq” dalam hadits ini sebagai ancaman yang berat, dan kami meriwayatkannya seperti apa adanya, dan kami juga tidak menafsirkannya (dengan makna lain).
47. Dan sabdanya : Artinya … “Janganlah kamu kembali menjadi orang-orang kafir yang sangat sesat sepeninggalku, sebagian kamu membunuh sebagian yang lain”. dan seperti halnya hadits Nabi : Artibya … “Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan mengangkat pedang, maka si pembunuh dan yang terbunuh keduanya akan masuk neraka”. dan juga seperti hadits Nabi : Artinya … ” Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran”. dan seperti juga disebutkan dalam sabda Nabi : Artinya … “Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya ‘wahai kafir … maka perkataan tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya”. dan juga seperti sabdanya : Artinya … “Merupakan kekafiran kepada Allah adalah berlepas diri dari nasab walaupun sekecil apapun”.
48. Dan yang semisal hadits-hadits tersebut dari apa yang benar dan terjaga. kami pasrah kepadanya walaupun tidak mengetahui tafsirnya, dan kami tidak membicarakannya dan juga tidak memperdebatkannya, dan kami (juga) tidak menafsirkan hadits-hadits ini, kecuali sebagaimana ia datang (seperti apa adanya), kami tidak menolaknya kecuali dengan apa yang lebih benar darinya.
49. Surga dan neraka adalah dua makhluk yang telah diciptakan sebagaimana sabda Rasulullah yang Artinya : … “Aku telah memasuki surga, maka melihat sebuah istana”. “dan aku telah melihat al-kautsar”. “dan aku telah melihat surga, lalu aku melihat … begini dan begitu”. maka barangsiapa yang menyangka bahwa keduanya (surga dan neraka) belum diciptakan, berarti dia telah mendustakan Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah. dan aku (Imam Ahmad bin Hambal) menyangka bahwa ia tidak beriman dengan (adanya) surga dan neraka.
50. Barangsiapa meninggal dunia dari ahli kiblat dalam keadaan bertauhid, maka ia (berhak) dishalatkan dan dimintakan ampunan baginya. Dan Istighfar (permintaan ampunan kepada Allah) tidak boleh dihalangi darinya. dan menshalati jenazahnya tidak boleh ditinggalkan disebabkan suatu dosa yang dilakukannya, baik dosa kecil maupun besar dan urusannya terserah kepada Allah.

Syubhat

Syubhat: Memeluk Agama Samawi, Yahudi dan Nashrani Bukan Kafir
Ada orang berkata, "Yahudi dan Nashrani bukan orang kafir karena mereka termasuk Ahli Kitab dan pemeluk agama samawi yang semuanya berasal dari Allah. Karenanya antara orang Islam dengan Yahudi dan Nashrani tidak ada perbedaan."

Kita Jawab : Syubhat ini banyak mengandung kesalahan, berikut keterangannya:
Kesalahan pertama, perkataan mereka "Yahudi dan Nashrani bukan orang kafir," bertentangan dengan nash Al Qur'an dan Sunnah Nabawiyah yang sangat jelas. Firman Allah Ta'ala:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam." (QS. Al Maidah: 72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa." (QS. Al Maidah: 73)
Sebagian mereka mengklaim bahwa Isa bin Maryam adalah tuhan dan sebagian yang lain berkata bahwa Isa adalah anak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
"Orang-orang Yahudi berkata: 'Uzair itu putra Allah' dan orang Nasrani berkata: 'Al Masih itu putra Allah'. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknati mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?" (QS. Al Taubah: 30)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
"Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat ini yang mendengarku, baik ia seorang Yahudi atau Nashrani, lantas ia meninggal lantas dan tidak beriman terhadap risalahku ini; melainkan ia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153 dalam Kitab al Iiman)
Kesalahan kedua, dalam perkataan mereka, "bahwa Yahudi dan Nashrani bukan orang kafir karena mereka termasuk ahli kitab dan pemeluk agama samawi yang semuanya berasal dari Allah".
Memang benar bahwa Yahudi dan Nahsrani termasuk ahli kitab dan pemeluk agama samawi. Hanya saja perkataan yang benar ini memiliki maksud yang batil. Makna mereka sebagai ahli kitab bukan berarti mereka beriman, karena mereka telah kufur kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Orang Yahudi telah membunuh para Nabi sedangkan Nashrani meyakini Isa sebagai tuhan. Keduanya, sama-sama, merubah kitab mereka dan membedakan antara beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya, beriman kepada sebagian Rasul dan mengingkari sebagian rasul yang lain, kemudian Allah menyebutkan tempat kembali mereka, "Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk." (QS. Al Bayyinah: 6)
Makna mereka sebagai ahli kitab bukan berarti mereka beriman, karena mereka telah kufur kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Mereka memang sebagai ahli kitab, namun mereka tidak mengenal Tauhidullah (KeEsaan Allah) 'Azza wa Jalla, karenanya ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman, beliau berpesan; "Kamu akan mendatangi kaum dari ahli kitab, maka yang pertama kali harus kamu dakwahkan agar mereka mentuahidkan Allah Ta'ala." (HR. Al Bukhari).
Mereka memang sebagai ahli kitab, namun mereka tidak mengenal Tauhidullah (KeEsaan Allah) 'Azza wa Jalla,
Allah juga berfirman tentang Yahudi dan Nashrani,
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
"Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan." (QS. Al Baqarah: 79)
Yahudi dan Nashrani memang ahli kitab, tapi mereka kufur kepada kitab-kitab mereka sendiri, merubahnya, dan mencela Allah Ta'ala, sebagaimana yang terdapat dalam hadits shahih dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda, "Allah Ta'ala berfirman,
كَذَبَنيِ اِبْنُ اَدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ فَاِنَّمَا تَكْذِيْبُهُ اِيَّايَ فَقَوْلُهُ لَنْ يَعْبُدَنِيْ كَمَا بَدَاءَنِي وَلَيْسَ اَوَّلَ اْلخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ اِعَادَتِهِ وَاَمَّاشَتْمُهُ اِيَّايَ فَقَوْلُهُ اِتَّخَذَ اللهُ وَلَدًا وَاَنَا اْلاَحَدُ الصَّمَدُ لَمْ اَلِدْ وَلَمْ اُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفُوًّا اَحَدٌ
"Anak Adam (manusia) telah mendustakan dan mencela-Ku, padahal dia tidak pantas berbuat demikian. Adapun pendustaannya terhadap-Ku dengan dia berkata, "Dia (Alah) tidak akan mengembalikanku sebagaimana ia menciptaanku", bukankah menciptakan untuk pertama kali lebih susah daripada mengembalikannya pada bentuk semula?. Adapun cercaannya kepada-Ku dengan dia berkata, "Allah mengambil seorang putra," padahal Aku Dzat Yang Maha Esa (tunggal) dan Maha Tumpuan, Aku tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada seorangpun yang setara dengan-Ku." (HR. Al Bukhari)
Yahudi dan Nashrani memang ahli kitab, tapi mereka kufur kepada kitab-kitab mereka sendiri, merubahnya, dan mencela Allah Ta'ala,
Mencela berarti menyifati dengan kerendahan. Sedangkan menuduh Allah punya anak menunjukkan bahwa Dia adalah makhluk atau ada yang mengadakan. Dan ini sebagai puncak penghinaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman, "Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. . . " (QS. Al Maidah: 64)
Layakkah orang yang mencela Allah, baik dari kalangan ahli kitab ataupun selainnya, layak disebut orang beriman?
Layakkah orang yang mencela Allah, baik dari kalangan ahli kitab ataupun selainnya, layak disebut orang beriman? Semoga Allah melindungi kita agar tidak menjadi orang yang tertipu dan buta.
Kesalahan ketiga, perkataan mereka "Karenanya antara orang Islam dengan Yahudi dan Nashrani tidak ada perbedaan."
Inilah keadilan menurut versi orang-orang dzalim. Padahal sangat jelas terlihat perbedaan yang besar antara orang beriman dengan orang kafir, antara orang yang mengesakan (mentauhidkan) Allah dengan orang yang menyatakan Allah satu oknum dari yang tiga (paham trinitas), dan antara orang yang mengagungkan Allah dengan orang yang menghina-Nya.
Mereka menyatakan Allah punya anak dan istri. Mereka juga mengatakan Allah telah mati dan Dia Ta'ala satu oknum dari tiga tuhan. Apakah keadilan itu dengan menyamakan antara yang hak dengan yang batil?.
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
"Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?," (QS. Al Qalam: 35-36). Jika terhadap orang yang taat dan yang maksiat saja, Allah tidak menyamakan, bagaimana mungkin Dia menyamakan orang yang mukmin dengan yang kafir?
Allah Ta'ala berfirman,
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
"Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu." (QS. Al Jatsiyah: 21)
وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلَا الْمُسِيءُ قَلِيلًا مَا تَتَذَكَّرُونَ
"Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal shaleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran." (QS. Ghaafir: 58)
Bagaimana mungkin Allah menyamakan antara orang beriman yang bisa melihat kebenaran dengan orang kafir yang buta dari kebenaran?.
Bagaimana mungkin Allah menyamakan antara orang beriman yang bisa melihat kebenaran dengan orang kafir yang buta dari kebenaran?.
Allah juga menerangakan, tidak akan menyamakan antara orang berilmu dengan orang yang jahil dalam firman-Nya:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُواْ الألْبَابِ
"Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az Zumar: 9)
Adil bukan berarti menyamakan secara keseluruhan. Tapi adil adalah menyamakan dua hal yang semisal. Adil juga bermakna meletakkan sesuatu di tempatnya. Inilah pemahaman yang benar.
Menyandangkan predikat iman dan kebenaran kepada orang kafir tidak bisa disebut keadilan, malahan bagian bentuk kedzaliman.
Menyandangkan predikat iman dan kebenaran kepada orang kafir tidak bisa disebut keadilan, malahan bagian bentuk kedzaliman. Sedangkan orang yang Allah kaburkan cahaya hati dan penglihatan mereka, maka dia melihat kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran. Kita berlindung kepada Allah jangan sampai menjadi orang yang tertipu. Kita juga memohon kepada-Nya agar menganugerahkan cahaya kepada kita sehingga bisa melihat kebenaran dan keimanan dan menjauhi kebatilan dan kekafiran.

Jumat, 21 Mei 2010

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

PASAL II

Tauhid Dalam Pengetahuan Dan Keyakinan
Oleh :
Dr.Nashir Ibn Abdul Karim Al’Aql

1. Prinsip dalam asma dan sifat Allooh adalah menetapkan apa yang ditetapkan Allooh untuk diriNya atau yang ditetapkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tanpa tamsil ( mempersamakan atau menyerupakan Allooh dengan makhluk dalam asma dan sifatNya ) dan takyif ( mempertanyakan bagaimana sifat Allooh, atau menentukan bahwa sifat Allooh itu hakekatnya begini ). Juga menolak apa yang ditolak Allooh terhadap diriNya atau yang ditolak Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tanpa tahrif ( mengubah lafaz sifat atau menyelewengkan maknanya ) dan tanpa ta’thil ( mengingkari seluruh atau sebagian sifat Allooh ). Hal itu dengan mengimani makna dan arti yang dikandung oleh nash. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allooh Ta’ala:” ...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.” ( Asy Syuura : 11 ).

2. Tamsil dan ta’thil dalam asma dan sifat Allooh adalah kufur. Tahrif yang disebut oleh ahli bid’ah sebagai ta’wil, ada yang kufur hukumnya seperti ta’wail orang-orang kebatinan, ada yang bid’ah dan kesesatan seperti ta’wil orang-orang yang tidak megakui sifat-sifat Allooh, dan ada pula yang terjadi karna kekeliruan.

3. Panthaisme dan kepercayaan bahwah Allooh bersemayan pada sesuatu makhlukNya atau bersatu dengannya adalah perbuatan kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari islam.

4. Iman kepada malaikat yang mulia secara umum. Mengimaninya secara terinci adalah dengan mengimani apa yang telah dinyatakan oleh dalil, seperti nama-namanya, sifat-sifatnya dan tugas-tugasnya sesuai dengan ilmu yang dimiliki seseorang.

5. Iman kepada Kitab yang diturunkan Allooh. Mengimani sepenuhnya bahwa Al-Qur’an Al-Karim adalah Kitab yang termulia dan yang membatalkan keberlakuan Kitab-kitab lainnya. Kitab-kitab sebelum Al-Qur’an telah mengalami perubahan dan penyelewengan. Untuk itu kita wajib mengikuti Al-Qur’an dan tidak mengikuti Kitab sebelumnya.

6. Iman kepada Nabi dan Rasu Allooh. Semoga salwat dan salam dilimpahkan Allooh kepada mereka. Mereka adalah orang yang paling mulia. Barang siapa yang tidak berpendapat begitu maka dia termasuk kafir. Apa yang telah dinyatakan nash tentang mereka wajib diimani. Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam adalah yang termulia, rasul terakhir dan diutusan Allooh untuk seluruh umat manusia.

7. Mengimani bahwa wahyu telah terputus semenjak wafatnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau adalah nabi dan rasul terakhir. Orang yang tidak berkeyakinan demikian adalah kafir.

8. Iman kepada hari akhir dan kejadian-kejadian yang ada di dalamnya menurut berita yang benar, juga beriman pada tanda-tanda kiamat yang terjadi sebelumnya.

9. Iman kepada qadar yang baik dan yang buruk dari Allooh Ta’ala, yaitu dengan mengimani bahwa Allooh Ta’ala mengetahui apa yang akan terjadi sebelum terjadi. Allooh telah menuliskannya dalam Lauh Mahfuzh.2) Yang dikehendakinya lah yang terjadi dan yang tidak dikendakinya tidak akan terjadi. Allooh Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, Pencipta segala sesuatu, Yang Maha baebuat atas apa yang di kehendaki.

10. Iman kepada perkara-perkara gaib yang telah dinyatakan dalil yang shahih, seperti arsya’, surga, neraka, kenikmatan dan siksa kubur, adanya jembatan dan timbangan ( di hari akhirat ) dan lain-lain tanpa ta’wil sedikitpun.

11. Mengimani adanya safaat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan safaat para Nabi, Malaikat, Orang-orang sholeh serta yang lain pada hari kiamat, sebagaimana rinciannya disebutkan dalam nash-nash yang shohih.

12. Orang-orang yang beriman akan melihat Allooh pada hari kiamat di surga dan di mahsyar.3) Barang siapa mengingkari atau mena’wilkanya maka dia sesat dan menyipang dari kebenaran. Namun tidak ada seorangpun yang dapat melihat Allooh didunia.

13. Karomah para wali dan orang-orang sholeh benar-benar ada. Namun tidak setiap sesuatu yang luar biasa adalah karomah. Bisa jadi itu merupakan cobaan dari Allooh dan bisa pula merupakan pengaruh dari setan dan orang-orang jahat. Tolak ukur dalam hal ini adalah apakah hal itu sesuai atau tidak dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

14. Semua orang yang beriman adalah wali Allooh, dan diladam diri setiap orang yang beriman terdapat tingkat kewaliaan sesuai dengan tingkat keimannya.

--------------------------------------------------------
2) Lauh Mahfudz adalah Kitab yang tertulis didalamnya segala takdir makhluk dan apa yang terjadi dialam semesta .
3) Mahsyar adalah tempat dikumpulkannya seluruh makhluk dihari kiamat untuk menerima balasan amal perbuatannya .

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

PRINSIP-PRINSIP AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

PASAL I

Kaidah Prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah Dalam Mengambil dan Menggunakan Dalil

Oleh : Dr.Nashir Ibn Abdul Karim Al’Aql

1. Sumber Aqidah adalah Kitab Allooh ( Al-Qur’an ), Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang shahih dan Ijma’ para Salaf yang shaleh.

2. Setiap sunnah shahih yang berasal dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam wajib diterima, Sekalipun tidak mutawatir atau ahad ( Hadits yang diriwayatkan oleh satu orang periwayat atau lebih, tetapi periwayatnya bukan dalam jumlah yang tak terhitung ).

3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Kitab dan Sunnah adalah nash-nash ( Al-Qur’an dan Hadits ) yang menjelaskannya, Pemahaman Para salaf yang sholeh dan para imam yang mengikuti jejak mereka serta dilihat arti yang benar dari bahasa Arab. Namun jika hal tersebut sudah benar maka tidak dipertentangkan lagi dengan hal-hal yang hanya berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa.

4. Prinsip-prinsip utama dalam agama ( Ushuluddin ) semua telah dijelaskan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Siapapun tidak berhak mengadakan sesuatu yang baru, yang tidak ada sebelumnya, apalagi sampai mengatakan hal tersebut termasuk bagian dari agama.

5. Berserah diri dan patuh hanya kepada Allooh dan Rasul-Nya lahir dan batin. Tidak menolak sesuatu dari Kitab atau Sunnah yang shohih, baik dengan analogi, perasaan, Kasfy ( illuminasi, atau pengingkapan tabir rahasia sesuatu yang gaib ), Ucapan seorang syekh ataupun imam-imam, dan lain-lainnya.

6. Dalil akli yang benar akan sesuai dengan dalil nakli ( nash ) yang shohih. Sesuatu yang qath’i ( pasti ) dari kedua dalil itu tidak akan bertentangan. Apabila sepertinya ada pertentangan diantar kedua dalil itu, maka dalil nakli harus didahulukan.

7. Wajib untuk senantiasa menggunakan bahasa agama dalam aqidah dan menjahui bahasa bid’ah ( yang bertentang dengan sunnah ). Bahasa umum yang mengandung pengertian yang salah dan yang benar perlu dipertanyakan lebih lanjut mengenai pengertian yang dimaksud. Apabila yang dimaksud adalah pengertian yang benar maka perlu disebutkan dengan menggunakan bahasa agama ( syar’i ). Tetapi bila yang dimaksud adalah pengertian yang salah maka harus ditolak.

8. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam adalah ma’shum ( dipelihara Allooh dari kesalahan ). Dan umat islam secara keseluruhan dijauhkan Allooh dari kesepakatan atas kesesatan. Namun secara individu, tidak ada seorang pun dari kita yang ma’shum. Jika ada perbedaan pendapat diantara para imam atau yang selain mereka maka perkara tersebut dikembalikan kepada Kitab dan Sunnah, dengan memaafkan orang yang keliru dan berprasangka baik bahwa dia adalah orang yang ber’ijtihad.

9. Ada diantara umat kita yang memperoleh bisikan dan ilham dari Allooh, ru’ya ( mimpi ) yang baik. Ini benar dan termasuk salah satu bagian dari kenabian. Firasat yang baik adalah benar, dan itu semua adalah karomah ( suatu kelebihan dan keluarbiasaan yang dikaruniakan Allooh kepada seorang wali )1) serta tanda baik dari Allooh asal dengan syarat tidak bertentangan dengan syriat dan tidak menjadi sumber aqidah maupun hukum.

10. Berdebat untuk menimbulkan keraguan dalam agama adalah perbuatan tercela. Tetapi berdebat dengan cara yang baik untuk mencari kebenaran di syaritkan. Perkara yang dilarang oleh nash untuk mendalaminya wajib diterima dan wajib menahan diri untuk mendalami sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh seorang muslim. Seorang muslim harus menyarahkan pengetahuan tersebut keapada Yang Maha Mengetahui, yakni Allooh Shubahanahu Wa Ta’ala.

11. Kaum muslimin wajib senantiasa mengikiti manhaj ( metode ) Al-Qur’an dan Sunnah dalam menyampaikan sanggahan, dalam aqidah dan dalam menjelaskan suatu masalah. Karena itu bid’ah tidak boleh dibalas dangan bid’ah lagi, kekurangn dilawan dengan berlebih-lebihan, atau sebaliknya.

12. Setiap perkara baru yang tidak ada sebelumnya dalam agama adalah bid’ah. Setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan dalam neraka.
----------------------------------------------------------
1) Ciri karamah adalah orang yang mendapatkannya senantiasa istiqomah, bejalan di atas tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah.

Kamis, 20 Mei 2010

TAUHID (HAKEKAT DAN KEDUDUKANNYA)

BAB 1

TAUHID (HAKEKAT DAN KEDUDUKANNYA)

Firman Alloh Subhanahu wa Subhanahu wa Ta’ala :

]وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُون[ِ (الذريات:56)

“Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah() kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat, 56).

]وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت[(النحل: من الآية:36)

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan) “Beribadalah kepada Alloh (saja) dan jauhilah thoghut([2]).” (QS. An Nahl, 36).

]وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا[

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (QS. Al Isra’, 23-24).

]قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ مِنْ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ وَلاَ تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ لاَ نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ[

“Katakanlah (Muhammad) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan perbuatan yang keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Alloh (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun dia adalah kerabat(mu). Dan penuhilah janji Alloh. Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu ingat. Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am, 151-153).

Ibnu Mas’ud RadhiAllohu’anhu berkata : “Barang siapa yang ingin melihat wasiat Muhammad ShallAllohu’alaihi wa Sallam yang tertera di atasnya cincin stempel milik beliau, maka supaya membaca firman Alloh Subhanahu wa Subhanahu wa Ta’ala : “Katakanlah (Muhammad) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu “Janganlah kamu berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya, dan “Sungguh inilah jalan-Ku berada dalam keadaan lurus, maka ikutilah jalan tersebut, dan janganlah kalian ikuti jalan-jalan yang lain.()

Mu’adz bin Jabal RadhiAllohu’anhu berkata :

كنت رديف النبي على حمار، فقال لي :” يا معاذ، أتدري ما حق الله على العباد، وما حق العباد على الله ؟ قلت : الله ورسوله أعلم، قال : حق الله على العباد أن يعبدوه ولا يشركوا به شيئا، وحق العباد على الله أن لا يعذب من لا يشرك به شيئا، قلت : يا رسول الله، أفلا أبشر الناس ؟ قال : ” لا تبشرهم فيتكلوا “.

“Aku pernah diboncengkan Nabi ShallAllohu’alaihi wa Sallam di atas keledai, kemudian beliau berkata kepadaku : “ wahai muadz, tahukah kamu apakah hak Alloh yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hambaNya yang pasti dipenuhi oleh Alloh?, Aku menjawab : “Alloh dan RasulNya yang lebih mengetahui”, kemudian beliau bersabda : “Hak Alloh yang harus dipenuhi oleh hamba-hambaNya ialah hendaknya mereka beribadah kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Alloh ialah bahwa Alloh tidak akan menyiksa orang orang yang tidak menyekutukanNya dengan sesuatupun, lalu aku bertanya : ya Rasululloh, bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?, beliau menjawab : “Jangan engkau lakukan itu, karena Khawatir mereka nanti bersikap pasrah” (HR. Bukhari, Muslim).

Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini :

  1. Hikmah diciptakannya jin dan manusia oleh Alloh Ta’ala.

  2. Ibadah adalah hakekat (tauhid), sebab pertentangan yang terjadi antara Rasululloh ShallAllohu’alaihi wa Sallam dengan kaumnya adalah dalam masalah tauhid ini.

  3. Barang siapa yang belum merealisasikan tauhid ini dalam hidupnya, maka ia belum beribadah (menghamba) kepada Alloh Tabaroka waSubhanahu wa Ta’ala inilah sebenarnya makna firman Alloh :

]ولا أنتم عابدون ما أعب[

“Dan sekali-kali kamu sekalian bukanlah penyembah (Tuhan) yang aku sembah” (QS. Al Kafirun, 3)

  1. Hikmah diutusnya para Rasul [adalah untuk menyeru kepada tauhid, dan melarang kemusyrikan].

  2. Misi diutusnya para Rasul itu untuk seluruh umat.

  3. Ajaran para Nabi adalah satu, yaitu tauhid [mengesakan Alloh Subhanahu wa Subhanahu wa Ta’ala saja].

  4. Masalah yang sangat penting adalah : bahwa ibadah kepada Alloh Subhanahu wa Subhanahu wa Ta’ala tidak akan terealisasi dengan benar kecuali dengan adanya pengingkaran terhadap thoghut.

Dan inilah maksud dari firman Alloh Subhanahu wa Subhanahu wa Ta’ala :

]فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى[

“Barang siapa yang mengingkari thoghut dan beriman kepada Alloh, maka ia benar benar telah berpegang teguh kepada tali yang paling kuat” (QS. Al Baqarah, 256).

  1. Pengertian thoghut bersifat umum, mencakup semua yang diagungkan selain Alloh.

  2. Ketiga ayat muhkamat yang terdapat dalam surat Al An’am menurut para ulama terdahulu penting kedudukannya, didalamnya ada 10 pelajaran penting, yang pertama adalah larangan berbuat kemusyrikan.

  3. Ayat-ayat muhkamat yang terdapat dalam surat Al Isra' mengandung 18 masalah, dimulai dengan firman Alloh :

]لا تجعل مع الله إلها آخر فتقعد مذموما مخذولا[

“Janganlah kamu menjadikan bersama Alloh sesembahan yang lain, agar kamu tidak menjadi terhina lagi tercela” (QS. Al Isra’, 22).

Dan diakhiri dengan firmanNya :

]ولا تجعل مع الله إلها آخر فتلقى في جهنم ملوما مدحورا[

“Dan janganlah kamu menjadikan bersama Alloh sesembahan yang lain, sehingga kamu (nantinya) dicampakkan kedalam neraka jahannam dalam keadaan tercela, dijauhkan (dari rahmat Alloh)” (QS. Al Isra’, 39).

Dan Alloh mengingatkan kita pula tentang pentingnya masalah ini, dengan firmanNya:

]ذلك مما أوحى إليك ربك من الحكمة[

“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu” (QS. Al Isra’, 39).

  1. Satu ayat yang terdapat dalam surat An Nisa’, disebutkan didalamnya 10 hak, yang pertama Alloh memulainya dengan firmanNya:

] واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا [

“Beribadahlah kamu sekalian kepada Alloh (saja), dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun.” (QS. An Nisa’, 36).

  1. Perlu diingat wasiat Rasululloh ShallAllohu’alaihi wa Sallam di saat akhir hayat beliau.

  2. Mengetahui hak-hak Alloh yang wajib kita laksanakan.

  3. Mengetahui hak-hak hamba yang pasti akan dipenuhi oleh Alloh apabila mereka melaksanakannya.

  4. Masalah ini tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat([4]).

  5. Boleh merahasiakan ilmu pengetahuan untuk maslahah.

  6. Dianjurkan untuk menyampaikan berita yang menggembirakan kepada sesama muslim.

  7. Rasululloh ShallAllohu’alaihi wasallam merasa khawatir terhadap sikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Alloh.

  8. Jawaban orang yang ditanya, sedangkan dia tidak mengetahui adalah : “Alloh dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.

  9. Diperbolehkan memberikan ilmu kepada orang tertentu saja, tanpa yang lain.

  10. Kerendahan hati Rasululloh, sehingga beliau hanya naik keledai, serta mau memboncengkan salah seorang dari sahabatnya.

  11. Boleh memboncengkan seseorang diatas binatang, jika memang binatang itu kuat.

  12. Keutamaan Muadz bin Jabal..




  13. ([1]) Ibadah ialah penghambaan diri kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan mentaati segala perintah Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan inilah hakekat agama Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Alloh semata, yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya, dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.

    Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh. Dan suatu amal akan diterima oleh Alloh sebagai ibadah apabila diniati dengan ikhlas karena Alloh semata dan mengikuti tuntunan Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    ([2]) Thoghut ialah : setiap yang diagungkan selain Alloh dengan disembah, ditaati, atau dipatuhi, baik yang diagungkan itu berupa batu, manusia ataupun setan. Menjauhi thoghut berarti mengingkarinya, tidak menyembah dan memujanya, dalam bentuk dan cara apapun.

    ([3]) Atsar ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Abi Hatim.

    ([4]) Tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat, karena Rasululloh menyuruh Muadz agar tidak memberitahukannya kepada meraka, dengan alasan beliau khawatir kalau mereka nanti akan bersikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Alloh. Sehingga tidak mau berlomba lomba dalam mengerjakan amal sholeh. Maka Mu’adz pun tidak memberitahukan masalah tersebut, kecuali di akhir hayatnya dengan rasa berdosa. Oleh sebab itu, di masa hidup Mu’adz masalah ini tidak diketahui oleh kebanyakan sahabat.