Sabtu, 29 Mei 2010

Sepuluh Perkara yang Tidak Bemanfaat

Sepuluh Perkara yang Tidak Bemanfaat
Oleh:
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Ada sepuluh perkara yang tidak akan membawa manfaat sama sekali yaitu :

1. Ilmu yang tidak diamalkan.

2. Amal yang tidak ikhlas.

3. Harta yang tidak dipersembahkan untuk akhirat.

4. Hati yang tidak mencintai Allooh.

5. Badan yang tidak taat dan tidak mengabdi kepada Allooh.

6. Kecintaan yang tidak diridhoi oleh orang yang dicintai dan tidak menjalankan
perintah-perintah Allooh.

7. Waktu yang terbuang, yang tidak digunakan untuk mengetahui Allooh dan
medekatkan diri kepada-Nya.

8. Pemikiran yang berputar-putar pada sesuatu yang tidak bermanfaat.

9. Pengabdian yang tidak mendekatkan diri kepada-Nya, tidak mendatangkan
kemaslahatan dunia.

10. Rasa takut dan harapan yang ditujukkan kepada orang
yang nasibnya di tangan Allooh, sehingga dia sendiri tidak
memiliki untuk dirinya bahaya, manfaat, kematian,
kehidupan dan tempat kembali.
--------------------
Sumber: Kitab Al-Fawa’id

Selasa, 25 Mei 2010

Sebab-sebab Bertambahnya Kimanan

Sebab-sebab Bertambahnya Kimanan

1. Menuntut Ilmu yang Bermanfaat yang Bersumber dari Kitabullooh dan Sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.

2. Membaca al-Qur’anul Karim dan Merenunginya.

3. Mengenal Nama-nama Allooh yang indah dan Sifat-sifat-Nya yang Agung

4. Merenungi Perjalanan Hidup Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang Mulia.

5. Merenungi Keindahan Agama Islam.

6. Membaca Perjalanan Hidup Salafush Sholeh.

7. Merenungi Ayat-ayat Allooh yang ada di Alam Semesta, seperti: Bumi, Udara, Lautan, Malam dan Siang, Matahari dan Bulan, Hewan, Sistem yang Allooh terepkan di alam semesta, dan Diri Manusia.

8. Giat Melakukan Amal Shaleh dengan Ikhlas ( Semata-mata Mengharapkan Wajah Allooh ) serta Memperbanyak dan Melakukannya dengan Terus-menerus. Baik amalan Hati, Lisan dan Amalan Anggota Badan.

Sebab-sebab Berkurangnya Keimanan

1. Sebab-sebab Internal ( Faktor dari Dalam ) misalnya:

a. Bodah, yaitu Lawan dari Ilmu, Kebodohan identik dengan dosa.

b. Lalai, Berpaling dan Lupa.

c. Melakukan Kemaksiatan dan Perbuatan Dosa.

d. Jiwa yang Memerintakan Kepada Kejelekan.

2. Sebab-sebab Eksternal ( Faktor-faktor dari Luar ) misalnya:
a. Syaitan.
b. Dunia dan Fitnahnya.
c. Teman-teman yang jahat.

Minggu, 23 Mei 2010

(AQIDAH & MANHAJ IMAM AHMAD BIN HAMBAL)

(AQIDAH & MANHAJ IMAM AHMAD BIN HAMBAL)
Kitab ini berisi penjelasan tentang Pokok-Pokok Sunnah serta Aqidah Ahlusunnah Wal Jama’ah yang dipegang teguh oleh Kaum Muslimin, Kitab ini juga mengajarkan dasar-dasar Agama yang menjadi pedoman bagi kaum Muslimin dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Dan Diantara Pokok-Pokok Sunnah Adalah :
1. Berpegang teguh pada jalan hidup para sahabat Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
2. Berqudwah (mengambil teladan ) pada mereka.
3. Meninggalkan Bid’ah-Bid’ah.
4. Setiap Bid’ah adalah kesesatan.
5. Meninggalkan permusuhan dan brduduk-duduk dngan ahlil ahwa’ (pengekor hawa nafsu).
6. Meninggalkan perdebatan dan adu argumentasi serta pertikaian dalam urusan Agama.
7. As-Sunnah menurut kami adalah atsar-atsar Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
8. As-Sunnah adalah penjelasan Al-Qur’an yakni petunjuk-petunjuk dalam Al-Qur’an.
9. Di dalam As-Sunnah tidak ada Qiyas.
10. As-Sunnah tidak boleh dibuat permisalan dan tidak dapat diukur denan akal dan hawa nafsu, akan tetapi dengan Ittiba’ dan meninggalkan hawa nafsu.
11. Dan termasuk dari Sunnah yang tidak boleh ditinggalkan dan bila ditinggalkan satu perkara saja darinya maka ia tidak menerima dan tidak beriman dengannya (Sunnah) dan tidak termasuk dari ahlinya.
12. Beriman terhadap taqdir baik dan buruknya dan mmbenarkan hadits-hadits tentangnya dan mengimaninya, dan tidak boleh mengatakan : “Kenapa dan Bagaimana”, karna hal itu tiada lain hanyalah membenarkan dan mengimaninya. barangsiapa yang tidak mengerti penjelasan hadits (tentang taqdir) dan akalnya tidak sampai, maka hal itu telah cukup dan kokoh baginya. maka wajib baginya mengimaninya dan berserah diri. seperti hadits (as-Shaadiqul mashduua), dan hadits semisalnya tentang taqdir, juga semua hadits-hadits tentang melihat Allah, meskipun jarang terdengar dan banyak yang tidak suka mendengarnya, maka wajib mengimaninya dan tidak boleh menolak darinya satu hurufpun, dan hadits-hadits selainnya yang ma’tsur dari orang-orang yang tsiqah (terpercaya). tidak boleh mendebat seseorang tentangnya an mempelajari ilmu berdebat, karena berdebat tntang : “Taqdir, Ru’yah, Al-Qur’an dan yang selainnya dari (perinsip-perinsip) As-Sunnah adalah makruh dan terlarang. dan tidak termasuk Ahli Sunnah” meskipun perkataannya sesuai dengan As-Sunnah hingga ia meninggalkan perdebatan dan berserah diri serta beriman terhadap atsar-atsar.
13. Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk, dan tidak boleh melemah untuk mengatakan Al-Qur’an bukanlah makhluk, karena sesungguhnya kalam Allah itu tidak terpisah dari-Nya dan tiada satu bagianpun dari-Nya yang makhluk, dan hindarilah berdebat dengan orang yang membuat perkara baru tentangnya. orang yang mengatakan lafadzku dengan Al-Qur’An adalah makhluk dan selainnya serta orang yang tawaqqkuf tentangnya, yang mengatakan “aku tidak tahu makhluk atau bukan makhluk akan tetapi dia adalah kalam Allah” karena orang ini adalah ahli bid’ah seperti orang yang mengatakan Al-Qur’an adalah makhluk. sesungguhnya Al-Qur’an adalah kalam Allah dan bukan makhluk.
14. Beriman terhadap Ru’yah (melihat Allah) pada hari kiamat sebagaimana hadits-hadits shahih yang diriwayatkan dari Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
15. Dan Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah melihat Rabbnya. telah ada atsar yang shahih dari Rasulullah yang diriwayatkan dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan oleh Al-Hakkam bin Abban dan Ikrimah dari Ibnu Abbas, serta diriwayatkan oleh Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihran dari Ibnu Abbas. dan hadits tersebut menurut kami hendaknya ifahami sesuai dengan makna zhahirnya, sebagaimana hal itu datang dari Nabi. sebab memperdebatkan tentangnya adalah bid’ah. akan tetapi kami mengimaninya sesuai dengan makna zhahirnya sebagaimana hal tersebut datang (kepada kami) dan kami tidak memperdebatkan tentangnya dengan siapapun.
16. Beriman kepada Al-Mizan (timbangan) pada hari kiamat, sebagaimana (yang di jelaskan) dalam hadits : “Seorang hamba akan ditimbang pada hari kiamat, maka ia tidak bisa mengimbangi berat sayap seekor nyamuk” . dan juga amalan-amalan para hamba akan ditimbang sebagaimana (yang dijelaskan) dalam Atsar, mengimani membenarkannya, dan berpaling dari orang yang menolaknya serta meninggalkan perdebatan dengannya.
17. Allah akan mengajak bicara hamba-hamba-Nya pada hari kiamat tanpa ada penerjemah antara mereka dengan-Nya dan kita wajib mengimani dan membenarkannya.
18. Beriman dengan Telaga, dan bahwa Rasulullah memiliki telaga pada hari kiamat yang akan didatangi oleh umatnya, dimana luasnya sepanjang perjalanan sebulan dan bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang dilangit. menurut riwayat-riwayat yang shahih dari beberapa jalan.
19. Beriman kepada Adzab kubur.
20. Dan bahwa ummat ini akan diuji dan ditanya didalam kuburnya tentang Iman, Islam dan siapa Rabbnya, siapa Nabinya, dan akan didatangi oleh malaikat Munkar dan Nakir sesuai dengan kehendak dan keinginan Allah. dan kita mengimani dan membenarkannya.
21. Beriman terhadap syafa’at Nabi dan suatu kaum yang yang dikeluarkan dari api neraka setelah terbakar dan menjadi arang, kemudian mereka diperintahkan menuju sungai didepan Surga sesuai dengan kehendak Allah, sebagaimana (yang dijelaskan) dalam Atsar. dan kita mengimani dan membenarkannya.
22. Beriman bahwa Al-Masih ad-Dajjal akan keluar, tertulis diantara kedua matanya “Kaafir” dan kita beriman terhadap hadits-hadits tentangnya dan bahwa hal itu pasti akan terjadi.
23. Dan bahwa Isa bin Maryam ‘Alaihissalam akan turun lalu membunuhnya di pintu Lud.
24. Iman adalah perkataan dan perbuatan, dapat bertambah dan berkurang, sebagaimana (yang dijelaskan) dalam hadits : “Orang yang paling sempurna Imannya adalah orang yang paling baik Akhlaknya”.
25. Barangsiapa yang meninggalkan Shalat maka ia telah kafir. dan tidak ada satu amalan apapun yang apabila ditinggalkan maka akan menyebabkan kekafiran melainkan shalat. maka barangsiapa yang meninggalkan maka ia telah kafir dan Allah telah menghalalkannya untuk dibunuh.
26. Sebaik-baiknya orang dari Ummat ini setelah Nabi Muhammad adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar bin Khaththab. kemudian Utsman bin Affan, Kami mendahulukan mereka bertiga sebagaimana Para Sahabat Rasulullah mendahulukan mereka, mereka tidak berselisih pendapat tentang hal ini. kemudian setelah mereka adalah lima orang Ashaabu Asyuura’ (yaitu Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf dan Sa’ad bin Abi Waqqash) mereka semua patut untuk menjadi khalifah, dan semuanya adalah Imam (pemimpin), kami berpendapat demikian berdasarkan hadits Ibnu Umar : “Kami menyebut secara berurutan tatkala Rasulullah masih hidup dan para sahabat masih berkumpul, yaitu : Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman, kemudian kami diam … Kmudian setelah Ashaabu Asyuura’ adalah ahli badar dari kaum muhajirin, kemudian ahli badar dari kaum Anshar dari para Sahabat Rasulullah sesuai dengan kadar hijrah dan keterdahuluannya (masuk Islam).
27. Kemudian sebaik-baik manusia setelah para Sahabat adalah generasi yang Rasulullah diutus padanya. setiap orang yang bersahabat dengannya baik setahun, sebulan, sehari, sesaat atau pernah melihatnya, maka ia trmasuk dari para sahabatnya, ia memiliki keutamaan bersahabat sesuai dengan waktu persahabatannya. karena keterdahuluannya bersama beliau, telah mendengar darinya, dan melihat kepadanya. maka serendah-rendah derajat mereka masih lebih utama dibanding dengan generasi yang tidak pernah melihatnya walaupun ia berjumpa Allah dengan membawa seluruh amal (kebaikan). mereka orang-orang yang pernah ersahabat dngan Nabi, melihat dan mendengar adarinya, serta orang yang melihat dngan mata kepalanya dan beriman kepadanya walaupun sesaat masih lebih utama, dikarenakan persahabatannya dengan beliau dari pada para tabi’in walaupun mereka mengamalkan segala amal kebaikan.
28. Mendengar dan taan kepada para Imam dan pemimpin kaum Mu’minin yang baik maupun yang buruk, dan kepada khalifah yang manusia brsatu padanya dan meridhainya. dan juga kpada orang yang telah mengalahkan manusia dengan pedang (kekuatan) hingga ia menjadi khalifah dan di sebut sebagai Amirul Mukminin.
29. Perang dilakukan bersama para pemimpin yang baik maupun yang buruk, terus berlangsung sampai hari kiamat, dan tidak boleh ditinggalkan.
30. Pembagian Fa’i (harta rampasan perang dari kaum kafir tanpa terjadi peprangan) dan menegakkan hukuman-hukuman harus diserahkan kepada para Imam. tidak boleh bagi siapapun untuk mencla dan menyelisihinya.
31. Membayar Zakat/Sedekah kepada mereka (para Imam) boleh dan terlaksana. barangsiapa membayarkannya kepada mereka maka hal itu telah cukup/sah baginya, baik pemimpin itu baik maupun buruk.
32. Melaksanakan Shalat jum’at dibelakang mereka dan dibelakang orang yang menjadikan mereka sebagai pemimpin hukumnya boleh dan sempurna dua rakaat. barangsiapa yang mengulangi shalatnya maka ia adalah seorang mubtadi’ yang meninggalkan atsar-atsar dan menyelisihi Sunnah, dan tidak ada baginya sedikitpun keutamaan shalat jum’at, apabila ia tidak berpendapat bolehnya shalat dibelakang para Imam, baik pemimpin itu baik maupun buruk karena Sunnah memerintahkan agar melaksanakan shalat bersama mereka dua rakaat dan mengakui bahwa shalat itu sempurna. tanpa ada keraguan terhadap hal itu didalam hatimu.
33. Barangsiapa yang keluar (dari ketaatan) terhadap seorang pemimpin dari para pemimpin kaum Muslimin, padahal manusia telah bersatu dan mengakui kehalifahan baginya dengan cara apapun. baik dengan ridha atau dengan kemenangan (Dalam Perang), maka sungguh orang tersebut telah memecah belah persatuan kaum muslimin dan menyelisihi atsar-atsar dari Rasulullah, dan apabila ia mati dalam keadaan demikian maka matinya seperti mati jahiliyah .
34. Tidak halal memerangi khalifah dan keluar dari ketaatan kepadanya dikarenakan seseorang, barangsiapa yang melakukan hal itu maka ia adalah seorang mubtadi’ yang bukan diatas Sunnah dan jalan( yang lurus).
35. Memerangi para pencuri dan orang-orang khawarij (yang keluar dari ketaatan kepada khalifah) maka hal ini boleh, apabila mereka telah merampas jiwa dan harta seseorang, maka bagi orang tersebut boleh memerangi mereka untuk mempertahankan jiwa dan hartanya dengan segala kemampuan. Akan tetapi ia tidak boleh mengejar dan mengikuti jejak mereka apabila mereka telah pergi dan meninggalkannya. Tidak boleh bagi siapapun kecuali Imam atau para para pemimpin Muslimin, karena hanya diperbolehkan untuk mempertahankan harta dan jiwa ditempat tinggalnya, dan berniat dengan upayanya untuk tidak membunuh seseorang. Jika ia (pencuri/khawarij) mati ditangannya dalam peperangan mempertahankan dirinya, maka Allah akan menjauhkan orang yang terbunuh (dari Rahmat-Nya). dan jika ia (yang dirampok) terbunuh dalam keadaan demikian sedang ia mempertahankan jiwa dan hartanya, maka aku berharap ia mati syahid sebagaimana (yang dijelaskan) dalam hadits-hadits. Dan seluruh atsar dalam masalah ini memerintahkan agar memeranginya dan tidak memerintahkan untuk membunuh dan mengejarnya. Dan tidak boleh membunuhnya jika ia menyerah atau terluka. Dan jika ia menawannya maka tidak boleh membunuhnya dan tidak boleh melaksanakan hukuman kepadanya akan tetapi urusannya diserahkan kepada orang yang telah dijadikan oleh Allah sebagai pemimpin, lalu (kemudian) iapun menghukuminya.
36. Kami tidak bersaksi dengan (masuk) surga atau neraka bagi siapapun dari ahli kiblat (kaum muslimin) disebabkan dari suatu amalan yang diperbuatnya. kami berharap (kebaikan) bagi orang shalih dan mengkhawatirkan (kejelekan) baginya. Kami (juga) mengkhawatirkan (kejelekan) akan menimpa orang yang buruk lagi berdosa, dan mengharapkan Rahmat Allah baginya.
37. Barangsiapa berjumpa Allah dengan membawa dosa yang menyebabkannya masuk kedalam neraka – sedang ia dalam keadaan bertaubat dan tidak berlarut-larut didalam dosa – maka sesungguhnya Allah akan mengampuninya dan menerima taubat dari hamba-hambanya serta memaafkan kesalahan-kesalahannya.
38. Barangsiapa berjumpa Allah sedangkan telah dilaksanakan hukuman dosa tersebut padanya didunia, maka ia adalah kafarahnya (penghapus dosanya). Sebagaimana (yang dijelaskan) dalam hadits Rasulullah.
39. Barangsiapa berjumpa Allah dalam kaadaan terus-menerus berbuat dosa tanpa bertobat darinya, yang mana dosa-dosa tersebut mengharuskannya disiksa, maka urusannya terserah kepada Allah. Jika Dia berkehendak, Dia akan menyiksanya dan jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya.
40. Barangsiapa berjumpa Allah dari orang kafir, niscaya Dia menyiksanya dan tidak mengampuninya.
41. (Hukuman) Rajam adalah hak bagi siapa saja yang berzina sedangkan ia telah terpelihara (menikah), bilamana ia mengaku atau terbukti atasnya.
42. Rasulullah telah (meleksanakan hukuman0 Rajam.
43. Demikian juga para Imam (pemimpin) yang lurus telah melaksanakan hukuman Rajam.
44. Barangsiapa yang mencela salah seorang Sahabat Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam atau membencinya karena suatu kesalahan darinya, atau menyebutkan kejelekan-kejelekannya, maka dia adalah seorang ahli bid’ah, sehingga dia menyayangi mereka semua dan hatinya bersih dari (sikap membenci atau mencela) mereka.
45. Dan Nifak adalah kekafiran yakni kafir kepada Allah dan beribadah kepada selain-Nya, menampakkan keislaman dihadapan orang umum, seperti orang-orang munafik yang hidup dizaman Rasulullah.
46. Dan sabda Nabi : Artinya … “Tiga perkara yang barangsiapa ada pada dirinya maka ia adalah orang munafiq” dalam hadits ini sebagai ancaman yang berat, dan kami meriwayatkannya seperti apa adanya, dan kami juga tidak menafsirkannya (dengan makna lain).
47. Dan sabdanya : Artinya … “Janganlah kamu kembali menjadi orang-orang kafir yang sangat sesat sepeninggalku, sebagian kamu membunuh sebagian yang lain”. dan seperti halnya hadits Nabi : Artibya … “Apabila dua orang muslim saling berhadapan dengan mengangkat pedang, maka si pembunuh dan yang terbunuh keduanya akan masuk neraka”. dan juga seperti hadits Nabi : Artinya … ” Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekafiran”. dan seperti juga disebutkan dalam sabda Nabi : Artinya … “Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya ‘wahai kafir … maka perkataan tersebut akan kembali kepada salah satu dari keduanya”. dan juga seperti sabdanya : Artinya … “Merupakan kekafiran kepada Allah adalah berlepas diri dari nasab walaupun sekecil apapun”.
48. Dan yang semisal hadits-hadits tersebut dari apa yang benar dan terjaga. kami pasrah kepadanya walaupun tidak mengetahui tafsirnya, dan kami tidak membicarakannya dan juga tidak memperdebatkannya, dan kami (juga) tidak menafsirkan hadits-hadits ini, kecuali sebagaimana ia datang (seperti apa adanya), kami tidak menolaknya kecuali dengan apa yang lebih benar darinya.
49. Surga dan neraka adalah dua makhluk yang telah diciptakan sebagaimana sabda Rasulullah yang Artinya : … “Aku telah memasuki surga, maka melihat sebuah istana”. “dan aku telah melihat al-kautsar”. “dan aku telah melihat surga, lalu aku melihat … begini dan begitu”. maka barangsiapa yang menyangka bahwa keduanya (surga dan neraka) belum diciptakan, berarti dia telah mendustakan Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah. dan aku (Imam Ahmad bin Hambal) menyangka bahwa ia tidak beriman dengan (adanya) surga dan neraka.
50. Barangsiapa meninggal dunia dari ahli kiblat dalam keadaan bertauhid, maka ia (berhak) dishalatkan dan dimintakan ampunan baginya. Dan Istighfar (permintaan ampunan kepada Allah) tidak boleh dihalangi darinya. dan menshalati jenazahnya tidak boleh ditinggalkan disebabkan suatu dosa yang dilakukannya, baik dosa kecil maupun besar dan urusannya terserah kepada Allah.

Syubhat

Syubhat: Memeluk Agama Samawi, Yahudi dan Nashrani Bukan Kafir
Ada orang berkata, "Yahudi dan Nashrani bukan orang kafir karena mereka termasuk Ahli Kitab dan pemeluk agama samawi yang semuanya berasal dari Allah. Karenanya antara orang Islam dengan Yahudi dan Nashrani tidak ada perbedaan."

Kita Jawab : Syubhat ini banyak mengandung kesalahan, berikut keterangannya:
Kesalahan pertama, perkataan mereka "Yahudi dan Nashrani bukan orang kafir," bertentangan dengan nash Al Qur'an dan Sunnah Nabawiyah yang sangat jelas. Firman Allah Ta'ala:
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putra Maryam." (QS. Al Maidah: 72)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا إِلَهٌ وَاحِدٌ
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa." (QS. Al Maidah: 73)
Sebagian mereka mengklaim bahwa Isa bin Maryam adalah tuhan dan sebagian yang lain berkata bahwa Isa adalah anak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
"Orang-orang Yahudi berkata: 'Uzair itu putra Allah' dan orang Nasrani berkata: 'Al Masih itu putra Allah'. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknati mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?" (QS. Al Taubah: 30)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
"Demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam tangan-Nya, tidak seorangpun dari umat ini yang mendengarku, baik ia seorang Yahudi atau Nashrani, lantas ia meninggal lantas dan tidak beriman terhadap risalahku ini; melainkan ia menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim no. 153 dalam Kitab al Iiman)
Kesalahan kedua, dalam perkataan mereka, "bahwa Yahudi dan Nashrani bukan orang kafir karena mereka termasuk ahli kitab dan pemeluk agama samawi yang semuanya berasal dari Allah".
Memang benar bahwa Yahudi dan Nahsrani termasuk ahli kitab dan pemeluk agama samawi. Hanya saja perkataan yang benar ini memiliki maksud yang batil. Makna mereka sebagai ahli kitab bukan berarti mereka beriman, karena mereka telah kufur kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Orang Yahudi telah membunuh para Nabi sedangkan Nashrani meyakini Isa sebagai tuhan. Keduanya, sama-sama, merubah kitab mereka dan membedakan antara beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasul-Nya, beriman kepada sebagian Rasul dan mengingkari sebagian rasul yang lain, kemudian Allah menyebutkan tempat kembali mereka, "Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk." (QS. Al Bayyinah: 6)
Makna mereka sebagai ahli kitab bukan berarti mereka beriman, karena mereka telah kufur kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Mereka memang sebagai ahli kitab, namun mereka tidak mengenal Tauhidullah (KeEsaan Allah) 'Azza wa Jalla, karenanya ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman, beliau berpesan; "Kamu akan mendatangi kaum dari ahli kitab, maka yang pertama kali harus kamu dakwahkan agar mereka mentuahidkan Allah Ta'ala." (HR. Al Bukhari).
Mereka memang sebagai ahli kitab, namun mereka tidak mengenal Tauhidullah (KeEsaan Allah) 'Azza wa Jalla,
Allah juga berfirman tentang Yahudi dan Nashrani,
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
"Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan." (QS. Al Baqarah: 79)
Yahudi dan Nashrani memang ahli kitab, tapi mereka kufur kepada kitab-kitab mereka sendiri, merubahnya, dan mencela Allah Ta'ala, sebagaimana yang terdapat dalam hadits shahih dari Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda, "Allah Ta'ala berfirman,
كَذَبَنيِ اِبْنُ اَدَمَ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ ذَلِكَ فَاِنَّمَا تَكْذِيْبُهُ اِيَّايَ فَقَوْلُهُ لَنْ يَعْبُدَنِيْ كَمَا بَدَاءَنِي وَلَيْسَ اَوَّلَ اْلخَلْقِ بِأَهْوَنَ عَلَيَّ مِنْ اِعَادَتِهِ وَاَمَّاشَتْمُهُ اِيَّايَ فَقَوْلُهُ اِتَّخَذَ اللهُ وَلَدًا وَاَنَا اْلاَحَدُ الصَّمَدُ لَمْ اَلِدْ وَلَمْ اُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لِي كُفُوًّا اَحَدٌ
"Anak Adam (manusia) telah mendustakan dan mencela-Ku, padahal dia tidak pantas berbuat demikian. Adapun pendustaannya terhadap-Ku dengan dia berkata, "Dia (Alah) tidak akan mengembalikanku sebagaimana ia menciptaanku", bukankah menciptakan untuk pertama kali lebih susah daripada mengembalikannya pada bentuk semula?. Adapun cercaannya kepada-Ku dengan dia berkata, "Allah mengambil seorang putra," padahal Aku Dzat Yang Maha Esa (tunggal) dan Maha Tumpuan, Aku tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada seorangpun yang setara dengan-Ku." (HR. Al Bukhari)
Yahudi dan Nashrani memang ahli kitab, tapi mereka kufur kepada kitab-kitab mereka sendiri, merubahnya, dan mencela Allah Ta'ala,
Mencela berarti menyifati dengan kerendahan. Sedangkan menuduh Allah punya anak menunjukkan bahwa Dia adalah makhluk atau ada yang mengadakan. Dan ini sebagai puncak penghinaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman, "Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. . . " (QS. Al Maidah: 64)
Layakkah orang yang mencela Allah, baik dari kalangan ahli kitab ataupun selainnya, layak disebut orang beriman?
Layakkah orang yang mencela Allah, baik dari kalangan ahli kitab ataupun selainnya, layak disebut orang beriman? Semoga Allah melindungi kita agar tidak menjadi orang yang tertipu dan buta.
Kesalahan ketiga, perkataan mereka "Karenanya antara orang Islam dengan Yahudi dan Nashrani tidak ada perbedaan."
Inilah keadilan menurut versi orang-orang dzalim. Padahal sangat jelas terlihat perbedaan yang besar antara orang beriman dengan orang kafir, antara orang yang mengesakan (mentauhidkan) Allah dengan orang yang menyatakan Allah satu oknum dari yang tiga (paham trinitas), dan antara orang yang mengagungkan Allah dengan orang yang menghina-Nya.
Mereka menyatakan Allah punya anak dan istri. Mereka juga mengatakan Allah telah mati dan Dia Ta'ala satu oknum dari tiga tuhan. Apakah keadilan itu dengan menyamakan antara yang hak dengan yang batil?.
أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ
"Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)?Mengapa kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan?," (QS. Al Qalam: 35-36). Jika terhadap orang yang taat dan yang maksiat saja, Allah tidak menyamakan, bagaimana mungkin Dia menyamakan orang yang mukmin dengan yang kafir?
Allah Ta'ala berfirman,
أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ
"Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu." (QS. Al Jatsiyah: 21)
وَمَا يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَلَا الْمُسِيءُ قَلِيلًا مَا تَتَذَكَّرُونَ
"Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (pula sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal shaleh dengan orang-orang yang durhaka. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran." (QS. Ghaafir: 58)
Bagaimana mungkin Allah menyamakan antara orang beriman yang bisa melihat kebenaran dengan orang kafir yang buta dari kebenaran?.
Bagaimana mungkin Allah menyamakan antara orang beriman yang bisa melihat kebenaran dengan orang kafir yang buta dari kebenaran?.
Allah juga menerangakan, tidak akan menyamakan antara orang berilmu dengan orang yang jahil dalam firman-Nya:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُواْ الألْبَابِ
"Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran." (QS. Az Zumar: 9)
Adil bukan berarti menyamakan secara keseluruhan. Tapi adil adalah menyamakan dua hal yang semisal. Adil juga bermakna meletakkan sesuatu di tempatnya. Inilah pemahaman yang benar.
Menyandangkan predikat iman dan kebenaran kepada orang kafir tidak bisa disebut keadilan, malahan bagian bentuk kedzaliman.
Menyandangkan predikat iman dan kebenaran kepada orang kafir tidak bisa disebut keadilan, malahan bagian bentuk kedzaliman. Sedangkan orang yang Allah kaburkan cahaya hati dan penglihatan mereka, maka dia melihat kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran. Kita berlindung kepada Allah jangan sampai menjadi orang yang tertipu. Kita juga memohon kepada-Nya agar menganugerahkan cahaya kepada kita sehingga bisa melihat kebenaran dan keimanan dan menjauhi kebatilan dan kekafiran.